Presiden Jokowi Mengundang Para Profesor – 2

0
987

 Oleh: Suparlan *)

Tulisan singkat kedua ini merupakan kelanjutan dari tulisan pertama. Tulisan kedua ini khusus menjelaskan tentang kesimpulan dan beberapa alternatif jalan keluar untuk memenuhi angan-angan Presiden Jokowi. Angan-angan (baca cita-cita) Jokowi untuk mengajak bersama-sama para profesor yang kini berada di berbagai negara untuk pulang kampung Indonesia, membangun negeri tercinta. Makna pulang kampung bersama artinya bukan hanya menyuruh, tapi mengajak bersama-sama pulang kembali ke tanah air. Bukan hanya perintah atau menyuruh pulang begitu saja.

Berdasarkan uraian dalam tulisan pertama, beberapa alternatif yang insyaallah dapat menjadi jalan keluar dapat disebutkan sebagai berikut:

Menyusun data base tentang potensi profesor

Pertama, Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi menyusun data base tentang profesor yang memiliki paspor WNI dan masih tinggal di luar negeri. Apakah jumlah mereka ada 74 orang di Amerika Serikat, atau lebih dari itu, dan masih berada di negara lain lagi? Data base tersebut akan lebih baik jika dilengkapi dengan kompetensi profesionalnya. Sudah tentu termasuk universitas asalnya. Akan lebih lengkap lagi jika data base tersebut juga dilengkapi dengan kemungkinan universitas yang akan menampung dan menjadi tempat mengembangkan studi dan penelitiannya.

Kedua, berdasarkan data dan informasi yang tersedia, Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi perlu mengumumkan di media massa semua profesor yang masih memiliki paspor WNI tersebut. Lebih baik kalau para profesor tersebut dikirimkan surat langsung dari Presiden Republik Indonesia. Akan lebih lengkap jika dalam surat tersebut dilampirkan konsep program pemberdayaan para profesor tersebut setelah kembali di Indonesia. Mana mungkin mereka akan kembali ke tanah air jika tidak diberi program dan kegiatan yang lebih menjanjikan? Yang lebih utama akan diajak kembali ke Indonesia adalah para profesor yang hebat. Apakah kita memiliki data akurat tentang ini, misalnya para penemu di tanah air yang kini banyak dimanfaatkan oleh negara lain, seperti penemuan sirih kuning yang telah dimanfaatkan di negara Malaysia, dan entah apa lagi.

Program Pemberdayaan

Ketiga, agar dapat memenuhi dan menjawab alternatif pertama dan kedua tersebut di atas, maka Presiden RI, atau Kementerian yang ditugasi, menyusun program dan kegiatan tersebut, misalnya sebut saja “Pemberdayaan Para Profesor,” dilengkapi dengan anggaran yang memadai, misalnya  dalam jangka waktu tertentu, misalnya lima tahun. Lebih sebagai program untuk jangka waktu terbatas, karena sekalian untuk mengevaluasi efektivitas programnya. Bukan program yang tidak ada akhirnya.

Pelibatan Masyarakat, Perguruan Tinggi, dan DUDI

Program pemberdayaan tersebut harus melibatkan masyarakat, Perguruan Tinggi Asal dan DUDI (Dunia Usaha dan Unia Industri). Meskipun program ini lebih menitikberatkan para profesor dan para ahli, namun sejatinya program tersebut adalah merupakan kolaborasi semua pemangku kepentingan, termasuk pelibatan wakil-wakil rakyat di DPR dan DPD.

Titik lemah program apa pun di Indonesia umumnya dalam hal kolaborasi ini. Mungkin kita perlu belajar kolaborasi antara Perguruan Tinggi dengan DUDI di Malaysia. Universiti Utara Malaysia (UUM) adalah unversitas negeri yang tergolong baru di Malaysia. Universitas ini dibangun di kota Sintok, kampung halaman Datuk Sri Mahathir Muhammad. Dengan melibatkan kerja sama dengan DUDI, akhirnya pemerintah Malaysia dapat membangun UUM sebagai kampus baru yang berhasil dan berjaya, karena dapat bekerja sama dengan DUDI. Kolej Kediaman atau Asrama mahasiswa, misalnya, dapat dibangun oleh perusahaan tertentu di Malaysia, Gedung yang lain dibangun oleh perusahaan yang lain, demikian seterusnya, sehingga perguruan tinggi tersebut telah bekerja sama dengan DUDI.

Dalam hal ini, saya tidak setuju terhadap rencana pemerintah yang akan menegerikan perguruan tinggi swasta yang sudah maju. Biarlah perguruan tinggi swasta ikut berjuang memajukan perguruan tingginya. Dengan demikian perguruan tinggi swasta telah bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun perguruan tinggi swasta. Inilah satu bentuk kerja sama perguruan tinggi swasta dengan pemerintah.

Sekali lagi, data base berapa sebenarnya jumlah profesor dari Indonesia yang kini telah begitu lengket dengan negara lain? Berapa yang 100% dapat diajak pulang tanpa syarat atau justru karena rasa nasionalisme yang tinggi (adakah?). Sekaligus untuk mengetahui berapa banyak profesor tersebut berani keluar dari zona nyaman. Profesor yang akan berhasil adalah yang berani keluar dari zona nyaman.

Mengukur tingkat nasionalisme anak-anak bangsa

Strategi untuk mengundang para profesor kembali ke tanah air tersebut dapat menjadi cara yang halus untuk mengukur tingkat nasionalisme rakyat dan bangsa Indonesia. Jika MPR dapat mengetahui 96% rakyat Indonesia telah menerima Pancasila, 1% tidak mengisi kuesioner, dan ternyata 3% menolak Pancasila. Dengan strategi mengundang para profesor kembali ke tanah air untuk membangun negeri ini, kita dapat mengetahui tingkat nasionalisme anak-anak bangsa.

Akhirul kalam, tuisan Azrumardi Azra mudah-mudahan tidak akan membuat Jokowi “marah lebih besar lagi.” Sebaliknya, mudah-mudahan tulisan ini dapat mengetuk hati para profesor untuk membangun tanah air dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Amin.

Depok, 30 Agustus 2016.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.