Oleh: Suparlan
Baru kali ini, 26 September 2016, saya memperoleh berita gembira tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Hebatnya GLS itu di Kabupaten Sidoarjo, yakni salah satu kabupaten di daerah Provinsi Jawa Timur yang paling banyak buta aksaranya di Indonesia. Supaya tetap ingat, tabel berikut ini menjelaskan 6 (enam) provinsi yang paling banyak buta aksaranya di Indonesia menurut Dirjen Paudni. Memang ada pembaca yang menanyakan apakah buta aksara tersebut buta aksara huruf latin atau huruf Arab? Ya, memang buta aksara huruf latin. Jawaban ini menyebabkan Pakde Karwo dan Pak Sjaifullah Yusuf dapat “ngeles” dan menyalahkan datanya karena buta aksaranya huruf Latin, bukan huruf Arab. Sebagaimana kita ketahui, Presiden Jokowi baru saja menghadiri usia 90 tahun Pondok Pesantren Gontor, dan setelah itu beliau menyetujui program FDS (Full Day School). Pondok yang rencananya akan dibangun menara 90 meter tersebut perlu menyatakan diri sebagai pondok yang gigih dalam melaksanakan program literasi, karena empat belas abad yang lalu Allah SWT telah mengirimkan perintah IQRA kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril. IQRA, IQRA, dan IQRA. Oleh karena itu, Satria Dharma, seorang penggiat Literasi di tanah air, berusaha menguak misteri perintah IQRA tersebut, mengapa Umat Islam justru umat yang lambat dalam menerima perintah membaca. Menurut Nasaruddin Umar, perintah itu pun baru sampai pada level pertama perintah IQRA tersebut, belum level ketiga, yakni level penerapan atau pengamalan.
Tabel 1: Tabel Provinsi dan Jumlah Buta Aksaranya paling banyak Tahun 2015
No. | Provinsi | Gubernur/wakil gubernur | Jumlah buta aksara |
1 | Provinsi Jawa Timur | Sukarwo/
Sjaifullah Yusuf |
1, 458.184 |
2 | Provinsi Jawa Tengah | Ganjar Pranowo/
Heru Sudjatmoko |
943.683 |
3 | Provinsi Jawa Barat | Ahmad Heryawan/
Deddy Miswar |
604.378 |
4 | Provinsi Papua | Lukas Enembe/
Klemen Tinal |
584.441 |
5 | Provinsi Sulawesi Selatan | Syarul Yasin Limpo/
Agus Arifin Nukman |
375.221 |
6 | Provinsi NTB | Muhammad Zainul Majdi
Muhammad Amin |
315.258 |
Jumlah | 5,9 juta |
Pembaca dapat mencari korelasi tentang hubungan antara tingginya jumlah buta aksara di Provinsi Jawa Timur tersebut dengan berbagai masalah sosial-ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, serta kondisi geografis di daerah yang bersangkutan.
Paling banyak buta aksaranya
Enam provinsi tersebut adalah yang paling banyak buta aksaranya. Jumlah buta aksara yang terbesar tersebut anehnya juga disusul dengan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang nota bene provinsi yang paling banyak jumlah penduduknya. Urutan berikutnya sebagai provinsi yang paling banyak buta aksaranya adalah Provinsi Papua! Urutan berikutnya, adalah Sulawesi Selatan, dan NTB. Direktur Jenderal Paudni, sebaliknya juga menunjukkan 14 provinsi yang mendekatai bebas buta aksara penduduk usia 15 – 59 tahun. Provinsi mana yang paling rendah? Provinsi Maluku Utara. Berikut inilah tabelnya.
Tabel: Empat Belas Provinsi Hampir 100% Bebas Buta Aksara (Usia 15 – 59 Tahun) Tahun 2015
No | Provinsi | Gubernur/Wakil Gubernur | Angka Buta Huruf |
1 | Sulawesi Utara | Olly Dondokambey/
Steven OE Kandouw |
0,50 |
2 | DKI Jakarta | Basuki Tjahaja Purnama/ | 0,70 |
3 | Kaltim | Awang Faroek Ishak/
Mukmin Faisyal |
0,97 |
4 | Kaltara | Irianto Lambrie/ | 1,09 |
5 | Riau | Arsyadjuliandi Rachman/ | 1,28 |
6 | Kepri | Nurdin Basirun/ | 1,50 |
7 | Maluku | Said Assagaff/
Zeth Sahuburua |
1,50 |
8 | Sumut | Tengku Erry Nuradi | 1,60 |
9 | Sumbar | Irwan Prayitno/ | 1,72 |
10 | Sumsel | Alex Noerdin/ | 1,78 |
11 | Banten | Rano Karno | 1,86 |
12 | Malut | Abdul Ghani Kasuba/ | 1,87 |
13 | Lampung | Muhammad Ridho Ficardo/ Bachtiar Basri | 1,93 |
14 | DIY | Sri Sultan Hamengkubuwono X | 2,02 |
Kembali, sila para pembaca mencermati korelasi daerah yang jumlah buta hurufnya masing tinggi, dan sebaliknya daerah yang angka buta hurufnya mendekati 0%. DKI Jakarta boleh menepuk dada menduduki urutan kedua buta aksara yang palinng kecil. Tapi saya lebih salut kepada Provinsi Kaltim, Kaltara, Riau, dan Maluku yang ternyata buta aksaranya rendah.
Oleh karena itu, saya berharap meskipun Kabupaten Sidoarjo setiap hari berhadapan dengan bahaya lumpur Lapindo, kabupaten ini masih setia dengan program GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Kita berharap mudah-mudahan anak-anak bangsa pewaris masa depan negeri ini justru makin didekatkan dengan minat baca. Karena “semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru, dan semua buku adalah ilmu” Al-Ghazali berpesan bahwa “buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya.”
Gerakan Literasi Sekolah
Cobalah kelima anak berikut yang dengan tekun belajar membaca, yang saya tahu persis bahwa tukang fotonya pasti meminta mereka untuk membaca buku-buku tersebut. Diperoleh informasi bahwa Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, telah menerbitkan payung hukum tentang Kabupaten Literasi berupa Perbup. Sesuai dengan janjinya, Bupati telah membentuk tim khusus yang akan menggiatkan program literasi di Sidoarjo. Tim ini beranggotakan staf berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Semua ini sebagai implementasi dari ditunjuknya Sidoarjo sebagai satu dari 20 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai kabupaten/kota literasi oleh pemerintah pusat. Melalui perbup ini, setiap SKPD akan diwajibkan memiliki program yang berkaitan dengan membaca, baik itu dengan membuat perpustakaan atau ruang baca. Gerakan literasi kelak tidak saja ditujukan bagi siswa, tetapi juga para PNS di lingkungan pemkab. Saat ini sudah banyak kegiatan literasi yang berjalan di Kabupaten Sidoarjo tetapi belum semuanya berjalan optimal. Seperti penjelasan Sekretaris Dispendik Kabupaten Sidoarjo
Program GLS
Mukhammad Khusaini, masing-masing pihak menjalankan program literasinya secara parsial.
“Untuk mewujudkan Kabupaten Literasi, semua pihak harus bergerak bersama dan terpadu. Khusaini menambahkan, perpustakaan dan taman budaya perlu dikelola secara apik untuk mendukung gerakan ini. Bahkan, perlu ada perpustakaan desa di berbagai kawasan di Kabupaten Sidoarjo. “Kegiatan membaca secara rutin memungkinkan terjadi. Bisa juga membuat jam khusus untuk membaca di rumah sehingga orangtua dan anak mempunyai aktivitas yang sama. Kebiasaan anak membuka gadget juga berkurang,” papar Khusaini. Pelaksanaan program literasi ini akan menggandeng USAID Prioritas sebagai fasilitator untuk kesuksesan perbup ini. Koordinator Provinsi Jatim USAID Prioritas, Silvana Erlina mengungkapkan pihaknya akan memberi bantuan buku serta siap mendampingi pelaksanaan perbup. USAID Prioritas sendiri telah mengkampanyekan kegiatan gemar membaca di beberapa sekolah melalui Sudut Baca dan bantuan Buku Bacaan Berjenjang (B3). “Kami memberikan bantuan buku ke 148 sekolah di Sidoarjo. Ada 75 judul dan jumlah totalnya 90.57 eksemplar,” papar Silvana. Inilah sekilas tentang kegiatan GLS di Kabupaten Sidiarjo. Konsep pembangunan dimulai dari pinggiran perlu diterapkan. Saya ingat semangat mantan Mendikbud, yang sekarang mencalonkan menjadi orang kedua DKI Jakarta, yakni “Jangan hanya urun angan, jangan pula berpangku tangan, apa lagi hanya lepas tangan. Sebaliknya, kita harus TURUN TANGAN.” Insya Allah. Amin.
Sumber: www.jpnn.com
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com; Portal: masdik.com;
Pangkalpinang, 25 September 2016.