Oleh: Suparlan *)
Dunia kita yang fana ini telah memasuki era yang disebut sebagai Teknologi Informasi dan Komunikasi, setelah melalui tiga era sebelumnya, yakni (1) pengumpulan bahan pangan (food gathering), (2) revolusi hijau (green revolution), (3) revolusi industri (industrial revolusion). Dalam era teknologi indormasi dan komunikasi ini, para ahli menyebutkan bahwa dunia ini telah menjadi kampung tanpa batas (the borderless world). Penggunaan teknologi komputer menjadi ciri yang menandai sifat dan perilaku dalam kehidupan manusia. Dengan ciri-ciri tersebut, manusia dan antar manusia mencoba untuk saling berkomunikasi. Dengan makhluk manusia bukan hanya menjadi mahluk individu (individual being), tetapi sebaliknya telah menjadi makhluk sosial (social being), yang secara sunatullah (kodrati) harus saling bekerja sama dan berkolaborasi, karena Allah SWT memang menciptakan dengan perbedaan. Perbedaan merupakan keniscayaan. Untuk merajut perbedaan-perbedaan tersebut, para ahli merumuskan “we are not looking for a superman, but we are looking for a super team.” Oleh karena itu, ideologi atau prinsip keyakinan yang dianut oleh umat manusia ini mudah-mudahan berangsur-angsur akan membuang kesewenang-wenangan, dan seharusnya menghindarkan pertentangan antarwarga, antarkelompok, dan bahkan antarbangsa di dunia, karena nasib manusia tidak akan diturunkan dari langit, tapi nasib suatu kaum akan ditentukan oleh kaum itu sendiri.
Alhamdulilah NKRI yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah menyepakati dasar dan filsafat negara Pancasila, yang dalam budaya sehari-hari kite sebut sebagai gotong royong, yang pada hakikatnya adalah mengedepankan semangat kolaborasi dan kerja sama yang dalam sejarah dikenal sebagai gotong royong. bukan satu hal yang terjadi secara kebetulan, karena mendikbud Muhadjir Effendie berkeinginan untuk menggunakan nama komite sekolah dengan komite gotong royong sekolah. kita berhadap bahwa perubahan nama ini memperoleh berkah dari Allah SWT. Tentu bukan hanya kita menerima hasilnya ibarat turun dari langit, tapi harus melalui kerja keras, karena nasib suatu kaum akan ditentukan oleh kaum itu sendiri.
Republika, Rabu, 3 Agustus 2016, Dr. (Hc) Zulkifli Hasan, SE, MM, Ketua MPR RI, dalam acara kuliah umum di depan mahasiswa baru Universitas Sriwijaya, menyampaikan bahwa Pancasila sebagai dasar negara RI seperti ada dan tiada. Dalam acara kuliah umum yang dihadiri Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Ishak Mekki dan Rektor Unsri Anis Saggaff, Ketua MPR menjelaskan bahwa sebagai dasar negara sudah final. Survey MPR memperoleh hasil 96% responden setuju, 1% tidak menjawab, dan 3% menyatakan tidak setuju. Oleh karena itu Ketua MPR mengharapkan masyarakat untuk kembali mendalami Pancasila. Konsep nilai-nilai Pancasila memang sudah final, tetapi pengamalannya jauh belum selesai. Ketua MPR kemudian melontarkan pertanyaan kepada mahasiwa “Apakah Pancasila penting diajarkan kembali di sekolah?” Dijawab mahasiswa serentak, “Penting.” Bukan menjadi satu hal yang terjadi secara kebetulan juga kiranya pada acara seminar ini kita akan melakukan revitalisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai media untuk menumbuhsuburkan nilai-nilai pancasila. oleh karena itu dalam kegiatan seminar ini, akan disampaikan tema agar dewan pendidikan dan komite sekolah kita gunakan untuk menanamkan nilai-nilai pancasila dan gotong royong dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, tulisan singkat “makna lima sila pancasila” dimaksudkan untuk menjawabnya. apalagi waktunya sangat tepat karena bersamaan dengan peringatan hari ulang tahun kemerdekaan ri ke-71. yang harus segera dilakukan adalah mengunggah tulisan ini dalam portal pendidikan yang baru saja diluncurkan, yakni masdik.com. sesuai dengan namanya, portal pendidikan ini adalah untuk menampung suara masyarakat dalam bidang pendidikan untuk menjadi masukan positif kepada pemerintah. sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting, karena keduanya ibarat suami isteri yang harus membangun komunikasi efektif untuk dapat membangun pendidikan. mengapa hanya disebutkan pendidikan? karena pendidikan adalah kehidupan. Education is not a preparation of life, but it is life itself.” pendidikan bukan persiapan kehidupan, tapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Dalam Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan sebagai berikut “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap untutan perubahan zaman. Menurut konsep Pembukaan UUD 1945 yang dirancang oleh para pendiri (the founding father) NKRI, tujuan pendidikan nasional harus selaras dengan tujuan empat tujuan negara, sebagai berikut
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. |
Dalam pelaksanaannya, proses penanaman nilai-nilai Pancasila tentu akan mengalami dan menghadapi berbagai hambatan dan kendala, terutama dengan proses penanaman nilai-nilai dan pengamalannya, yang menurut Benjamin S. Bloom dapat digambarkan dengan proses internalisasi sikap dan perilaku sebagai berikut:
Bagan 1 : Proses Internalisasi Nilai-Nilai
Sebagai contoh misalnya dalam melaksanakan internalisasi nilai-nilai gemar membaca (reading habit), maka langkah pertama adalah receiving phenomena atau penerimaan phenomena tersebut, kemudian memberikan respon terhadap fenomena tersebut (responds to phenomena), lalu memberikan penilaian apakah kebiasaan membaca tersebut mempunyai manfaat bagi pelaksananya. Kalau dirasakan manfaatnya, maka dicobalah untuk dilaksanakan dengan proses pembiasaan. Dengan pembiasaan inilah terjadi proses internalisasi nilai-nilai kebiasaan membaca (reading habit) tersebut.
Proses internalisasi nilai-nilai tersebut tentu saja bukan hanya berlaku untuk satu nilai saja, seperti gemar membaca tersebut, tetapi juga dapat diterapkan untuk sistem nilai yang lainnya , termasuk sistem nilai positif dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Juga dalam pelaksanaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, sebagai wadah peran serta masyarakat. Misalnya penerapan prinsip demokratis dalam pengambilan keputusan dan kebijakan dalam penyusunan program dan kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Juga pelaksanaan transparansi dalam pelaksanaan program, serta penerapan akuntabilitas dalam pelaporan kegiatannya. Pendek kata, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat diibarakatkan menjadi media yang subur untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila, termasuk nilai-nilai karakter dalam kehidupan memang harus dibangun, dan harus ditumbuhsuburkan ibarat menanam benih padi yang harus ditanam, diberi pupuk, disiram, dan disiangi jika terdapat rumput-rumput liar yang akan mengganggu pertumbuhan nilai-nilai tersebut.
Sekali lagi, nilai-nilai yang akan ditanamkan dalam media Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut adalah termasuk 18 (delapan belas) nilai karakter yang disebutkan dalam tulisan ini, menurut Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut:
Tabel 1: PILAR NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
No. | Pilar Nilai | Diskripsi |
1 | Religius | Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. |
2 | Jujur | Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3 | Toleransi | Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4 | Disiplin | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
5 | Kerja Keras | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
6 | Kreatif | Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7 | Mandiri | Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
8 | Demokratis | Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. |
9 | Rasa Ingin Tahu | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10 | Semangat Kebangsaan | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
11 | Cinta Tanah Air | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
12 | Menghargai Prestasi | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13 | Bersahabat/Komunikatif | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
14 | Cinta Damai | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
15 | Gemar Membaca | Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. |
16 | Peduli Lingkungan | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. |
17 | Peduli Sosial | Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. |
18 | Tanggung Jawab | Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Tulisan ini menggambarkan proses internalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam media yang disebut sebagai Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Nilai-nilai jujur, dan disiplin, sebagai contoh, harus dilaksanakan sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, mulai dari pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan (POAC=planning, organizing, actuating, and controlling) dalam pelaksanaan program dan kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Dewan pendidikan dan Komite Sekolah, boleh jadi akan diberikan peran dan fungsi dalam proses penggalangan dana dan sumber daya pendidikan. Pengelolaan keuangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang akan diberi peran dalam penggalangan dana dan sumber daya pendidikan harus dilaksanakan dengan prinsip demokratis, transparan, dan akuntabel harus ditanam dalam media yang subur, agar tugas yang diberikan kepada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat menghasilkan perolehan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan yang bermanfaat untuk meningkatkan tiga masalah besar dalam pendidikan, yakni dalam (1) pemerataan layanan pendididkan, (2) peningkatan mutu pendidikan, dan (3) pengelolaan pendidikan.
Kendala dan hambatan
Proses penanaman nilai-nilai Pancasila tersebut akan terjadi dalam dua aspek yang utama, yakni (1) institusi, dan (2) strategi pembudayannya. Pada era Orde Baru proses pembudayaan nilai-nilai Pancasila memperoleh institusi yang super aktif dengan melakukan penataran dan penyusunan pedoman dan panduan sebagai strategi pembudayaan. Pada era Orde Reformasi, proses implementasi 36 butir P4 dan 45 butir P4 seakan telah mati suri. Bahkan dapat dikoreksi kembali bahwa dalam 45 butir P4 telah kehilangan satu butir yang paling penting, yakni “kejujuran” telah hilang dari 45 butir Pancasila. Oleh karena itu, proses penanaman nilai Pancasila harus melalui proses revitalisasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal ini, MPR-RI harus merancang dan melaksanakan tiga kegiatan sebagai berikut: (1) “Peninjauan 45 Butir Nilai-Nilai Pancasila dan Strategi Pengamalannya” (2) Peninjauan Kembali Empat Pilar Kebangsaan” serta (3) “Penjabaran Konsep Mencerdaskan Kehidupan Bangsa Menurut Pembukaan UUD 1945.”
Ada pun strategi penanaman nilai-nilai Pancasila oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah kehilangan patner yang sangat penting, yakni masyarakat yang representasinya melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Mendikbud Muhadjir Effendie tampaknya telah mulai menyadari pentingnya lembaga ad hock Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, sebagai wadah peran serta masyarakat. Komite Sekolah akan direvitalisasi melalui penerbitan Peraturan Menteri tentang Komite Sekolah, dan dalam waktu mendatang juga akah segera diterbitkan Peraturan Menteri tentang Dewan Pendidikan, dan mudah-mudahan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional juga akan memperoleh perhatian yang lebih serius lagi. Kesadaran tentang pentingnya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai media untuk menumbuhsuburkan nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai-nilai karakter yang sangat penting, bukan hanya sebagai unsur intrakurikuler yang harus diikuti oleh peserta didik dalam menempuh jalur pendidikan formal, informal, dan nonformal, tetapi juga melalui apa yang disebut sebagai kegiatan hidden curriculum. Sebagai gambaran, konon untuk belajar matematika di sekolah cukup ditempuh dalam waktu selama enam bulan, tapi untuk membangun budaya antri, budaya kebersihan, budaya membuang sampah pada tempatnya, anak didik kita akan memerlukan waktu yang jauh lebih lama lagi.
Delapan belas pilar nilai karakter yang telah dicanangkan oleh Mendikbud Muhammad Nuh bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2010, dan kemudian diteruskan oleh Mendikbud Anies Baswedan dengan program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) dan diteruskan olem Mendikbud Muhadjir Effendie melalui PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) dalam program FDS (Ful Day School) bukan hanya berhenti sebagai konsep. Yang paling penting adalah pelaksanaannya secara konsisten dan konsekuen. Sesungguhnya, Indonesia memang tidak kekuarangan konsep yang hebat-hebat. Malah konsep yang malah cenderung berganti-ganti. Namun kurang dalam hal ini adalah implementasinya.
Sebagai contoh, konsep “kecerdasan” adalah asli karya para pendiri NKRI, yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.” Konsep tidak berbeda dengan konsep Howard Gardner dalam buku bertajuk “Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligence.” Perbedaannya adalah karena konsep “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” belum dijabarkan dalam implementasi, sementara “Multiple Intelligence” telah dijabarkan ke dalam Sembilan Tipe Kecerdasan Majemuk.
Wallahu alam bishawab.
Font: 2.011
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com; Portal: masdik.com.
Seminar Pendidikan dengan tema “Doktrin Pendidikan Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai Upaya Mengantarkan Masyarakat Kabupaten Bogor Berakhlakul Karimah” Diselenggarakan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), 10 Desember 2016.