Oleh: Suparlan *)
Dulu waktu bersekolah di kelas 4 SDN Tawing I, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, dan kemudian dilanjutkan di SMP Trikora Munjungan di Kabupaten yang sama, pak guru menanyakan beberapa pertanyaan dalam mata pelajatan geografi dan Ilmu Pengetahuan seosial sebagai berikut. Pertama, apakah artinya reboisasi? Kedua, apakah yang dimaksud terasering? Ketiga apakah yang dimaksud tanaman tumpang sari? Saya dapat menyebutkan kembali sederet pertanyaan seperti itu. Saya juga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan insyaallah dapat menjawab dengan benar. Bahkah ketika di kelas 4 SDN tersebut, saya masih ingat guru saya, Pak Paniran, setiap hari krida mengajak pada siswa menanam kacang tanah dan menyianginya. Bahkan pada waktu itu Pak Guru mengajak menyanyikan “Menanam Jagung.” Itulah praktik yang kami laksanakan untuk membuat kebun sekolah. Menanam kacang tanah sebelumnya tidak dilakukan dengan sistem larik. Tapi Pak Paniran mengajak menggunakan sistem larik. Karena sistem ini mempermudah menyiangi kacang tanah.
Ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
Insyaallah semua materi pelajaran tersebut telah teringat di otak kami para murid, dan tertanam di hati kami, bahkan telah menjadi kegiatan kami dalam praktik kehidupan di rumah dan masyarakat. Terus terang kebiasaan tersebut biasa saya lakukan dengan sering menanam tanaman bunga-bungaan di rumah. Saya suka menggunting-gunting daun-daunan tanaman-tanaman tersebut untuk dibuat kompos yang dimasukkan dalam pot. Bahkan saya sering praktikkan bagaimana membuat lubang sampah organic (LSO) dan membuat biopori di tanah sekitar rumah. Tapi, ketika teori dan praktik mata pelajaran tersebut dikaitkan dengan praktik dalam kehidupan sehar-hari secara nyata, ternyata semuanya bertolak belakang dengan kenyataan. Gunung banyak yang ternyata gundul. Terasering tidak ada lagi. Bahkan banjir bandang telah menghanyutkan satu gedung SDN di Desa Bendoroto, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, tetangga desa kami, yang mantan kepala sekolahnya Bapak Supardi, paman saya sendiri. Teori tentang ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang kami pelajari di perguruan tinggi, seharusnya tidak terbatas dalam teori tetapi harus sampai pada semua ranah.
Kenyataan yang telah terjadi
Kenyataan bertentangan dengan teori. Banjir telah terjadi di kampung halaman sendiri. Bukit dan gunung gundul telah terjadi di daerah sendiri, yakni Kabupaten Trenggalek. Tanah longsor terjadi di jalan berkkelok-kelok di daerah perbukitan dari Kecamatan Kampak sampai di jalan kampung sendiri di Kecamatan Munjungan. Ketika itu Jalannya masih belum selesai. Ketika saya harus melalui jalan berkelok tersebut, terlebih ketika melalui “leter S” di jalan tersebut, ternyata aspalnya sangat tipis dan segera terbawa air yang menggerus aspal tersebut dan mengalir membawa aspal tersebut menuju tebing dan jurang di sebelah kanan jalan, yang tempo dulu konon terkenal sebagai bukit dan gunung yang ditanami pohon cengkeh pada zaman Bupati Sutran. Kini kejayaan pohon cengkeh di kampung sendiri telah banyak yang tua. Untungnya, daun-daun yang berguguran masih dapat dikumpulkan dai masih laku dijual. Dengan demikian, pohon-pohon yang sudah menua tersebut pada saatnya akan dibanti dengan tanaman jahe merah yang diprediksi memiliki nilai ekonomis yang sangat inggi. Tapi semuanya itu masih dalam proses panjang, dan harus mendapatkan perhatian mulai dari para petinggi di tingkat Ketua RT, Lurah atau Kepala Desa, Camat, Bupati/Walikota, Gubernur, dan yang tertinggi di negeri ini adalah Presiden. Oleh karena itu perhatian tersebut insyaallah tidak hanya terbatas pada aspek teori tetapi harus sampai dengan praktek dalam kenyataan.
Mohon maaf beribu-ribu maaf kepada semua pembaca. Tulisan singkat ini ini sama sekali tidak bermaksud untuk membuat kecil hati kita semua. Bahkan bukan untuk menjadikan rasa putus asa kita semua, sampai akhirnya membuat bunuh diri. Itu dosa besar. Atau hanya mengeluh. Jangan, misalnya hanya mengeluh untuk apa kita harus bersekolah, dan untuk apa semua itu dipelajari? Untuk apa kita hanya membuang-buang energi semua ini untuk bersekolah? Bukan!! Sama sekali bukan untuk itu. Tulisan ini ibarat menjadi cambuk, karena di ujung cambuk ada permata (Mohon baca tulisan lain di MASDIK.COM berjudul Di Ujung Cambuk Terdapat Mutiara)
Dari teori sampai menjadi kenyataan
Tulisan ini mengajak kita semua untuk tetap menilai bahwa teori itu penting, Konsepsi itu penting. Tanpa teori dan konsepi akan menjadi tanpa arah. Tiga ranah tujuan pendidikan juga penting. Bahkan ketiga ranah pendidikan itu harus dicapai secara komprehensif. Teori tentang reboisasi, terasering, tentang gunung, dan tentang semua mata pelajaran seperti ilmu bumi, Ilmu Pengetahuan Sosial, semuanya penting. Tapi semuanya itu harus dipraktikkan dalam kehidupan. Semuanya harus dilaksanakan dalam kehidupan.
Itulah sebabnya, rencana pembangunan waduk di Trenggalek oleh Pemerintah yang baru, oleh Buati dan Wakil Bupati yang baru, bukan hanya sebatas teori, bukan sebatas wacana, tapi benar-benar menjadi kenyataan. Untuk ini, seluruh rakyat harus mendukungnya. Amin. Sekali lagi Allah SWT berrfiman bahwa “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu sendiri, jika kaum itu sendiri tidak mengubahnya.” Insyaallah. Amin.
Jakarta, 29 Juli 2015.