Kabar Baik bagi Dunia Riset

0
494

JAKARTA – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir mengumumkan dana riset tanah air naik dari Rp 13 triliun menjadi Rp 17 triliun.

Nasir menuturkan dana riset Rp 17 triliun itu setara dengan 0,2 persen per produk domestik bruto (PDB). 

Sementara saat dana riset berkisar Rp 13 triliun, setara dengan 0,09 persen PDB Indonesia. ’’Kita patut bersyukur dengan kanaikan dana riset ini,’’ katanya di Jakarta kemarin (15/9).

Meskipun ada kenaikan, Nasir menjelaskan anggaran atau belanja riset tanah air masih menjadi buntuk di antara negara ASEAN lainnya. 

Dia mencontohkan anggaran riset di Malaysia sudah 1 persen dari PDB mereka. Kemudian di Tahiland (0,25 persen) dan Singapura (2,1 persen).

Data Kemenristekdikti pada 2014 menyebutkan Korea Selatan menjadi negara dengan belanja riset terbesar yakni mencapai 3,6 persen dari PDB-nya. Kemudian disusul Jepang (3,4 persen), Jerman (2,85 persen), Amerika Serikat (2,78 persen), dan Taiwan (2,35 persen).

Mantan menteri Universitas Diponegoro (Undip) itu mengatakan, di balik anggaran riste yang naik itu, masih ada satu hal yang mengganjal. 

Yakni porsi paling banyak masih dari anggaran pemerintah. ’’Sekitar 70 persen sampai 75 persen adalah anggaran pemerintah. Sisanya anggaran swasta,’’ jelasnya.

Menurut Nasir idealnya adalah dana riset yang dominan dari swasta atau industri.

Sementara anggaran riset dari pemerintah sebatas riset dukungan. ’’Jadi idealnya 70 persen uangnya swasta dan 30 persen dari uang pemerintah,’’ tuturnya.

Minimnya dana riset non pemerintah itu, merupakan gejala belum bergairahnya kegiatan riset di kalangan swasta. 

Penyebabnya adalah kalangan industri merasa tidak ada benefit bagi mereka. Bahkan perusahaan harus menanggung pajak untuk dana riset yang dikeluarkan.

Nasir menuturkan akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia berharap Kemenkeu memberikan restu penghapusan pajak belanja riset di kalangan industri. 

Kemudian uang untuk belanja riset digunakan sebagai pemotong atau pengurang laba perusahaan. 

Jika dua benefit itu terwujud, perusahaan pasti akan bergairah mengalokasikan uangnya untuk melakukan riset dan pengembangan.

Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Akmadi Abbas menyambut baik alokasi dana riset dan pengembangan itu. 

Dia berharap kalangan peneliti bisa terus berkarya menghasilkan inovai-inovasi.

Akmadi menjelaskan saat ini kegiatan penelitian berlangsung di perguruan tinggi dan lembaga riset seperti LIPI. 

Menurut Akmadi persoalan riset selain anggaran adalah sumber daya manusianya. Saat ini SDM riset di Indonesia mencapai 1.071 orang. Baginya jumlah ini masih sedikit dibanding populasi penduduk Indonesia. (wan/sam/jpnn)

Selengkapnya: www.jpnn.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.