Mengapa Kejujuran Telah Hilang?

0
2456
Lambang Burung Garuda (ANTARA) - 20141223antarafoto-ratas-kabinet-ekonomi-231214-wsj-1garuda.jpg

Oleh: Suparlan *)

Kini Pancasila sering menjadi bahan perbincangan dalam media sosial. Misalnya, Pancasila sebagai ideologi terbuka atau tertutup, yakni satu polemik dalam pidato Megawati dalam Ulang Tahun ke-44 PDIP. Kedua, polemik Sukmawati dengan tokoh FPI yang dinilai menistakan Pancasila. Untuk mengingatkkan kepada seluruh anak bangsa sesuai pesan Bung Karno agar jangan sekali-kalii melupakan sejarah, maka tulisan singkat ini tidak dimaksudkan untuk membahas kedua hal tersebut. Tapi sekedar mengajukan pertanyaan kepada MPR tentang judul tersebut, karena MPR-lah yang memiliki kewenangan untuk memberikan penjelasan dan dapat menyelsaikan persoalannya. Mudah-mudahan.

Terus terang pertanyaan tersebut sebenarnya adalah berasal dari pertanyaan seorang wartawan, yang saya masih ingat betul intinya, tapi sudah lupa koran apa dan siapa yang penanyanya atau siapa wartawannya.

Saya pernah menjadi petatar P4 beberapa kali. Saya suka pelajaran PPKn dan PMP, karena saya memang menjadi guru IPS. Pertanyaan atau pernyataan tersebut tidak pernah terpikirkan dalam benak saya. Inilah yang menjadi bukti kekurangkritisan warga negara Indonesia pada umumnya, khususnya diri pribadi saya. Mohon maaf kepada para pembaca tulisan ini. Sekali lagi mohon beribu-ribu maat. Ini menjadi pil pahit yang harus kita telan.

Bermula dari empat sifat mulia Rasulullah

Tulisan ini bermula dari tulisan yang akan menjelaskan tentang empat sifat Rasulullah. Saya memang hafal betul ke empat sifat mulia tersebut, karena saya telah mencoba membuat titian ingatannya atau jembatan keledainya untuk dapat dengan mudah mengingatnya. Titian ingatan tersebut adalah SiFAT RASUL. Si kepanjangan dari siddhiq yang artinya jujur. F kepanjangan dari Fathonah yang artinya cerdas. A artinya Amanah yang artinya dapat dipercaya, dan T artinya tabligh artinya menyampaikan atau menjelaskan tentang kebenaran. Alangkah tingginya ke empat sifat mulia Rasulullah tersebut. Ke empat sifat itulah yang menjadi faktor utama Rasulullah dikirim ke muka bumi untuk menjadi uswatu hasannah.

Ingat dengan empat sifat mulia Rasulullah itulah yang menyebabkan saya ingat dengan 45 butir pengamalan Pancasila tersebut. Pertanyaan dari hati kecil penulis adalah “Apakah dalam 45 butir pengamalan Pancasila telah terdapat sifat jujur seperti yang dimiliki Rasullah?” Sejak itulah berulang kali saya ingin mencari dalam dokumen P4 yang saya miliki. Tetapi beberapa kali timbul keinginan untuk mencarinya, ternyata lupa dan lupa lagi. Ohh, manula!

Alhamdulillah pada tanggal 10 Desember 2016 Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor meminta saya untuk menyampaikan paparan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam acara Seminar Nasional Pendidikan dengan tema “Doktrin Pendidikan Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai Upaya Mengantarkan Masyarakat Kabupaten Bogor Berakhlakul Karimah” Diselenggarakan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), 10 Desember 2016, saya telah menyusun tulisan singkat berjudul: Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Sebagai Media Untuk Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila. Dalam menulis makalah tersebut, tentu saja saya harus membuka-buka 36 butir P4 dan kemudian membuka pula 45 butir P4 berdasarkan Tap MPR Nomor I/MPR/2003. Tentu saja, saya harus membolak-balik 45 butir P4 tersebut beberapa kali, jangan-jangan kata “jujur” tersebut terlewat dari pengatan secar lebih teliti. Setelah beberapa kali membuka-buka 45 butir tersebut, akhirnya saya dapat mengatakan bahwa kata “jujur” tersebut secara meyakinkan “tidak ada.” Saya ulangi sekali lagi, dan sekali lagi, akhirnya secara meyakinkan kata “jujur” memang “tidak ada.”

Mengapa kata jujur “tidak ada” dalam 45 butir Pancasila?

Pertanyaan yang paling tinggi pun dikeluarkan, yakni “mengapa” dan “bagaimana.” Mengapa tidak ada? Dan bagaimana kata “jujur” itu menjadi tidak ada? Kedua pertanyaan tersebut kemudian menggelantung di benak saya. “Why” dan “How?” Saya menjadi ingat reuni Geografi 1969 di Malang. Dalam acara reuni tersebut ada seorang teman lulusan CH (civics hukum) yang dikenal hebat, walaupun saya belum tahu berapa Indeks Prestasinya, dan tinggi mana dengan IPS saya. Saya mau mencoba menanyakan kepadanya, dan kalau perlu mengajak diskusi.

“Mohon maaf sebelumnya,” saya mengawali pertanyaan ini hanya basa-basi. Sebenarnya saya ini langsung mengajaknya diskusi. Tapi OK-lah, saya masing menjadi orang Jawa yang sopan santun.

“Ada apa Pak Parlan?”  tanyanya kepada saya.

“Sedikit mau diskusi tentang Pancasila dan P4-nya. Bolehkan?”

“Ohhh boleh Pak. Tentang apa itu?” pertanyaannya menukik!

“Saya dengar dari wartawan bahwa dalam 45 butir P4 kata “jujur” itu tidak ada. Benarkah itu? Bapak kan hafal butir-butir P4. Kalau tidak ada, bagaimana dapat mengamalkannya? ….

Pertanyaan dalam diskusi ini terpaksa dipotong sampai disini, karena kesimpulan yang akan diambil adalah pertanyaan kepada MPR, yang bertugas untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di samping sebuah pertanyaan, saya hanya akan mengusulkan kepada MPR agar MPR dapat hidup kembali untuk merumuskan kembali 45 butir P4 dan mengajak semua warga negara Indonesia untuk mengamalkannya secara pribadi, keluarga, masyarakat, dalam kehidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Saya baca di media sosial bahwa saat Ketua MPR menanyakan kepada para mahasiswa “apakah Pendidikan Pancasila perlu diajarkan lagi di sekolah dan universitas?” Jawab para mahasiswa “Perlu!!”

Font: 1.364.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Portal: masdik.com

Mulai ditulis di Depok, 5 Januari 2015.

Difinalkan, 30 Januari 2016.

 

LAMPIRAN:

45 BUTIR PENGAMALAN SILA-SILA PANCASILA

BERDASARKAN TAP MPR NOMOR I/MPR/2003

 

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

 

  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

 

Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab

  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

 

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran / perwakilan

  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

 

Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 

  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.