Oleh: Suparlan *)
Keberhasilan Mendikbud Muhajir Effendie adalah karena berhasil menerbitkan Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Sebagaimana kita ketahui, telah sekian tahun lamanya PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan tidak segera dijabarkan dalam Permendiknas.
Dengan Permendikbud tersebut, pelaksanaan fungsi Komite Sekolah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan insya Allah dapat dihidupkan kembali melalui revitalisasi Komite Sekolah. Tentu saja, fungsi Komite Sekolah bukan hanya menggalang dana dan sumber daya pendidikan. Bukan hanya satu-satunya! Berdasarkan konsep CCEF (California Center for Effective School), salah satu dari tujuh pilar sekolah efektif adalah “home school relations.” Untuk mengingat kembali, tujuh pilar sekolah efektif tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Tujuh Pilar Sekolah Efektif
No. | Tujuh Pilar Sekolah Efetif | |
1 | A clear and focused mission | Misi yang jelas dan terfokus |
2 | High expectations for success | Harapan yang tinggi untuk berhasil |
3 | Instructional leadership | Kepemimpinan instruksional |
4 | Frequent monitoring of student progress | Monitoring kemajuan siswa secara rutin |
5 | Opportunity to learn and student time on task | Kesempatan belajar dan melaksanakan tugas-tugas bagi siswa |
6 | Safe and orderly environment | Lingkungan yang aman dan teratur |
7 | Home-school relations | Hubungan keluarga dan sekolah |
Tulisan singkat ini menjelaskan bahwa fungsi komite sekolah bukan hanya menggalang dana dan sumber daya pendidikan, dalam arti realisasi menjalin hubungan keluarga dengan sekolah, asalkan bukan mengandalkan pungutan, tetapi meningkatkan gerakan sumbangan dan bantuan. Dengan demikian menumbuhkan budaya dangan di atas, bukan tangan di bawah. Jadi kalau ada sekolah (termasuk madrasah, sekolah yang berada di bawah pembinaan Kemenag) mengadakan penggalangan shadaqah, maka itu tidak termasuk dalam kategori pungli dan oleh karena itu tidak perlu dilakukan LIBAS PUNGLI, dengan tiga syarat: (1) demokratis, (2) transparan, dan (3) akuntabel. Beberapa praktik kurang baik dalam pengelolaan dana dan sumber daya pendidikan dari masyarakat memang sering diberitakan media. Suroto, direktur YSKK (Yayasan Satu Karsa Karya) menyebut Sekolah Mantap yakni dikenal dengan Sekolah “MANTAP” (Manajemen Transparan Akuntabel Partisipatif). Praktik-praktik baik tersebut tentu saja selaras dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Praktik-praktik baik lain perlu terus dilaksanakan, misalnya konsep RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) dengan melakukan beberapa persyaratan dalam perencanaan dengan menetapkan visi, misi, tujuan, dan sistem nilai di sekolah. Di samping dengan perencanaan yang mantap, maka fungsi-fungsi perencanaan yang lain pun juga harus diterapkan secara nyata, misalnya pelaksanaan yang konsisten dan konsekuen, yang antara lain dengan menggunakan rekening bersama antara komite sekolah dengan pihak sekolah. Main mata dalam pelaksanaan anggaran yang ditetapkan dalam RAPBS/RKAS (Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Sekolah) Dengan demikian, Sekolah Mantap akan didukung oleh komite sekolah yang mantap
Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dijelaskan oleh Mendikbud dalam acara jumpa pers sebagai berikut.
Foto 1: Mendikbud dalam acara jumpa pers tentang Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah
JAKARTA , 17 Jan 2017. Untuk meningkatkan layanan mutu pendidikan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memandang perlu melaksanakan revitalisasi tugas Komite Sekolah berdasarkan prinsip gotong royong. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 30 Desember 2016, Mendikbub menandatangani Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
“Komite Sekolah berkedudukan di tiap sekolah, berfungsi dalam peningkatan pelayanan pendidikan; menjalankan fungsinya secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel,” bunyi Pasal 2 ayat (1,2,3) Permendikbud itu. Menurut Permendikbud ini, anggota Komite Sekolah terdiri atas:
- Orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada sekolah yang bersangkutan paling banyak 50% (lima puluh persen);
- Tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: (1) Memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat; dan/atau (2) Anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi penduduk dan pengurus partai politik;
- Pakar pendidikan paling banyak 30% (tiga puluh persen), antara lain: (1) Pensiunan tenaga pendidik; dan/atau (2) Orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan.
“Anggota Komite Sekolah berjumlah paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang,” bunyi Pasal 4 ayat (2) Permendikbud itu.
Ditegaskan dalam peraturan itu, bahwa bupati/wali kota, camat, lurah/kepala desa merupakan pembina seluruh Komite Sekolah sesuai dengan wilayah kerjanya. Menurut Permendikbud ini, anggota Komite Sekolah dipilih melalui rapat orangtua/wali siswa, dan ditetapkan oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan, dengan masa jabatan paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Keanggotaan Komite Sekolah berakhir apabila:
- Mengundurkan diri;
- Meninggal dunia;
- Tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; atau
- Dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Permendikbud ini disebutkan, Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
“Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan,” bunyi Pasal 10 ayat (2) Permendikbud ini. Namun ditegaskan dalam Permendikbud ini, bahwa Komite Sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh Sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Selain itu, hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara Komite Sekolah dan Sekolah.
Hasil penggalangan dana tersebut dapat digunakan antara lain:
- Menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan;
- Pembiayaan program/kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan;
- Pengembangan sarana/prasarana; dan
- Pembiayaan kegiatan operasional Komite Sekolah dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Sementara penggunanaan hasil penggalangan dana oleh Sekolah harus:
- Mendapat persetujuan dari Komite Sekolah;
- Dipertanggungjawabkan secara transparan; dan
- Dilaporkan kepada Komite Sekolah.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 16 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 30 Desember 2016.
Untuk mendukung pelaksanaan Permendibud Nomor 75 Tahun 2016 tersebut perlu segera diterbitkan pula Permendikbud tentang Dewan Pendidikan, termasuk Permendikbud tentang Dewan Pendidikan Nasional. (*/ES) MHI