Oleh: Suparlan *)
Pada tanggal 30 Desember 2016, Kemdikbud secara resmi telah menerbitkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Enam tahun sebelumnya, eksistensi Komite Sekolah ini sebenarnya telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Bahkan Peraturan Pemerintah ini pun telah diubah dengan PP Nomor 66 Tahun 2010, meskipun ketentuan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak berubah. Perubahan tersebut karena adanya pengaturan tentang badan hukum pendidikan.
Peraturan Pemerintah tersebut merupakan penjabaran dari Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan setahun sebelumnya, Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 pada tanggal 2 April 2002, keputusan Menteri Pendidikan Nasional telah melahirkan eksistensi tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah (dengan nama Dewan Sekolah dan Komite Sekolah, berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas 2000 – 2004 (Program Pembangunan Pendidikan Nasional 2000 – 2004).
Liku-liku Panjang Kelahiran Komite Sekolah
Demikianlah liku-liku panjang proses yang melahirkan eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Akhirnya, eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam payung humum yang lebih kuat telah dirumuskan dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara lebih operasional ketentuan tersebut telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Ketentuan tersebut tidak berlanjut menjadi Permendikbud tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Proses yang sampai dengan ujungnya adalah Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Belum atau tidak diikuti dengan Permendikbud tentang Dewan Pendidikan. Apalagi diikuti dengan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional, yang sebenarnya merupakan amanat Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bayangkan betapa panjang proses birokrasi tersebut, dari tahun 2002 menuju ke tahun 2003, menuju ke tahun 2010, baru tahun 2016 eksistensi Komite Sekolah itu baru terbit menjadi Permen Nomor 75 Tahun 2016. Empat belas tahun, yakni menjadi usia Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Perlu dicatat bahwa penjabaran Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi menjadi Peratuan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tidak berlanjut menjadi Permendikbud tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, antara lain karena Pemerintah mempunyai pertimbangan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 dinilai sudah cukup rinci dan oleh karena itu Pemerintah tidak ingin menjabarkannya menjadi Permendibud. Dengan demikian Permendikbud tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tentang Dewan Pendidikan menjadi pupus. Akhirnya jalan keluarga yang ditempuh adalah menyusun Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Panduan Umum Komite Sekolah.
Perjalanan panjang eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut secara visual dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1: Bagan Liku Perjalanan Eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Berdasarkan bagan tersebut, bernafaslah lega untuk sementara, karena Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 telah melahirkan eksistensi Komite Sekolah yang mudah-mudahan dapat menyapu bersih perilaku pungutan liar (saber pungli) yang masih berlaku di negeri tercinta ini. Semua ini karena citra Komite Sekolah sebagai stempel sekolah yang melakukan pungutan sekolah. Karena alasan inilah makan masyarakat peduli pendidikan mendorong upaya revitalisasi pendidikan dengan dan ditanggapi positif oleh Mendikbud Muhadjir Effendie dengan menerbitkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Berdasarkan bagan tersebut, masih ada dua lembaga yang memerlukan proses revitalisasi sebagaimana Komite Sekolah, yakni Dewan Pendidikan secara keseluruhan, khususnya Dewan Pendidikan Nasional, yang keduanya termasuk amanat Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagai satu sistem, tentu saja semua komponen yang ada di dalamnya akan saling terkait dan terintegrasi secara sinergis (synchronization of energy).
Landasan Saintifik Ekseistensi Komite Sekolah
Eksistenti Komite Sekolah memiliki dasar saintifik yang kuat, yang disebutkan oleh CCEF (California Center for Effective School), yakni hubungan keluarga dan sekolah untuk kemajuan sekolah, sebagai berikut:
Tabel 1: Tujuh Pilar Sekolah Efektif
No. | Tujuh Pilar Sekolah Efetif | |
1 | A clear and focused mission | Misi yang jelas dan terfokus |
2 | High expectations for success | Harapan yang tinggi untuk berhasil |
3 | Instructional leadership | Kepemimpinan instruksional |
4 | Frequent monitoring of student progress | Monitoring kemajuan siswa secara rutin |
5 | Opportunity to learn and student time on task | Kesempatan belajar dan melaksanakan tugas-tugas bagi siswa |
6 | Safe and orderly environment | Lingkungan yang aman dan teratur |
7 | Home/school relations | Hubungan keluarga dan sekolah |
Citra Komite Sekolah sebagai Stempel
lhamdulillah, Mendikbud Muhadjir Effendie, memiliki semangat baru dan keberanian, yang akhirnya melahirkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2006. Juga perlu dicatat sebagai sejarah bahwa Mendibud yang baru ini bersemangat keras untuk memberi nama Komite Sekolah ini menjadi Komite Gotong Royong Sekolah. Tetapi dengan bertimbangan yuridis, beberapa pihak seperti Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Provinsi Aceh, tokoh masyarakat peduli pendidikan, telah mengingatkan kepada SAM (Staf Ahli Menteri) bahwa nama Komite Sekolah telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk ini, secara khusus penulis Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah memanggil secara khusus untuk mempertimbangkan tentang rencana penambahan Gotong Royong dalam mana Komite Sekolah ini. Berdasarkan monitoring ke Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, tidak satu pun Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berpendapat nama Komite Sekolah telah terukir dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Yang penting adalah kinerjanya, pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Akhirnya, kita semua mengucapkan Alhamdulillah, karena nama Komite Sekolah tidak berubah, dan masih sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permendikbud tersebut adalah Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Gotong Royong dan Pancasila
Dalam melahirkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 ini, niat Mendikbud yang dikabulkan oleh Allah SWT, yakni pelaksanaan fungsi dan tugas Komite Sekolah tersebut dilaksanakan dengan prinsip gotong royong? Prinsip gotong royong dalam Pemerndibud Nomor 75 Tahun 2016. Marilah kita secara cermat diktum pertimbangan dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Diktum pertimbangan dalam Permendikbud tersebut adalah: (1) revitalisasi Komite Sekolah, (2) prinsip gotong royong. Barulah pasal-pasal tentag Komite Sekolah yang tidak menyimpang dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Pungutan, Bantuan, dan Sumbangan
Waktu terus berjalan. Komite Sekolah yang diharapkan adalah menjadi lembaga yang mandiri dan profesional, ternyata memperoleh sorotan sebagai lembaga stempel yang melakukan main mata untuk melakukan pungutan kepada orangtua peserta didik. Konon jenis dan macam pungutan ini sangat bervariasi, mulai jenis pungutan yang dinamakan sebagai iyuran warga sampai dengan menggunakan bahasa untuk menghaluskan (efemisme), bahkan dengan bahasa yang maknsnya tidak terlalu jelas, seperti seperti dalam nama Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP), tetapi sebenarnya memiliki makna yang jauh berbeda, dan bahkan termasuk kategori puntgutan yang sebenarnya. Itulah sebabnya Komite Sekolah diharapkan melaksanakan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan bukan dengan pungutan, tetapi lebih mengedepankan gerakan melalui sumbangan dan bantuan.
Itulah cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 yang telah dibangun oleh para pendiri NKR, yang mempunyai cita-cita proklamasi, yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pertama, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sungguh luar biasa tujuan negara tercinta itu. Negara Pancasila. Pancasila bukan antara ada dan tiada, tapi dasar dan falsafah negara. Oleh karena itu, melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah kita semua harus menggunakannya sebagai wahana untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Inti nilai-nilai tersebut adalah gotong royong. Dengan mengingat kondisi ini, kita harus melakukan satu gerakan bersama-sama untuk membangun gerakan Indonesia bersatu untuk mengamalkan nilai-nilai gotong royong. Pelaksanaan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah menjadi wahana pengamalan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah dan masyarakat merupakan dua energi yang harus dinergikan ibarat dua sisi mata uang. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus bersinergi dengan Pemerintah. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan wadah peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan. Benar yang dijelaskan oleh John Dewey bahwa “Education is not a preparation of life, but it is life itself.” Pendidikan bukan persiapan kehidupan, tapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Konsepsi ini selaras dengan warisan Ki Hajar Dewantara bahwa “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah”. Tentu saja setiap rumah itu sesungguhnya adalah masyarakat. Sekali lagi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah didorong untuk menjadi wadah peran serta masyarakat, tetapi tetap dengan menumbuhkan nilai-nilai Pancasila.
Meskipun kita kicewa karena dalam 45 butir P4 tidak kita temukan nilai kejurusan, Alhamduillah, 18 butir nilai karakter yang telah dirumuskan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Dikbud nilai kejururan masih menjadi landasan dalam pendidikan karakter, termasuk menjadi nilai yang ditumbuhkan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Delapan belas pilar nilai-nilai pendidikan karakter yang diatur oleh Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pendidikan dan Kebudayaan sebagai berikut:
Tabel 1: PILAR NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
No | Pilar | Diskripsi |
1 | Religius | Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. |
2 | Jujur | Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3 | Toleransi | Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4 | Disiplin | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
5 | Kerja Keras | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
6 | Kreatif | Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7 | Mandiri | Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
8 | Demokratis | Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. |
9 | Rasa Ingin Tahu | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10 | Semangat Kebangsaan | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
11 | Cinta Tanah Air | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
12 | Menghargai Prestasi | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13 | Bersahabat/Komu-nikatif | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
14 | Cinta Damai | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
15 | Gemar Membaca | Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. |
16 | Peduli Lingkungan | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. |
17 | Peduli Sosial | Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. |
18 | Tanggung Jawab | Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Terkait dengan pilar-pilar pendidikan karakter tersebut, berlajar dari Angkatan Dasar USA, ternyata untuk menumbuhkan 6 pilar karakter dalam melaksanakan tugas profesionalnya, yakni: (1) trustworthiness (kejujuran), (2) respect (sikap hormat), (3) responsibility (tanggung jawab), (4) fairness (keadilan), (5) caring (kepedulian), (6) citizesnship (kewarganegaraan). Enam pilar ini disingkat menjadi TRRFCC.
Untuk mengembalikan citra Komite Sekolah yang kembali pada prinsip gotong royong inilah yang melahirkan gagasan untuk merevitalisasi Komite Sekolah yang bebas dari pungutan dengan melaksanakan fungsi dan tugas Komite Sekolah dengan mengedepankan bantuan dan sumbahan pendidikan. Bukan pungutan. Sesungguhnya yang dicari dalam kehidupan di dunia tanpa batas (the borderless world) ini bukanlah menjadi seorang supermen, tetapi anak-anak bangsa di negeri ini dapat membangun supertim. Kelahiran kembali Komite Sekolah yang akan melaksanakan prinsip gotong royong ini insya Allah dapat menjadi wahana untuk membersihkan pungutan, tetapi justru dapat meningkatkan sumbangan dan bantuan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan. Insyaallah.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com; Portal: masdik.com.
Depok, 16 Februari 2016.