Pada tanggal 2 Agustus 2017, pada pintu gerbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terpasang spanduk tentang tema Hari Kemerdekaan RI “Indonesia Kerja Bersama.” Tema yang sangkat, padat dan sangat kontekstual, yakni Indonesia Kerja Bersama. Tema yang indah tersebut dirancang oleh www.smk-grobogan.net.
Lega hati ini membacanya, karena dalam hal kerja bersama itulah sesungguhnya kelemahan utama negeri tercinta ini. Benar sekali, di negeri ini memang tak terhitung jumlahnya manusia-manusia yang hebat, atau paling tidak memiliki potensi kehebatan, meski ada kelemahan di sana-sini, misalnya hasil PISA tahun 2012, negeri ini menduduki urutan 64 di antara 65 negara yang diteliti. Kelemahan negeri ini sebenarnya bukan adalam aspek ini, bukan dalam aspek intelektual, seperti kompetensi dalam bidang matematika, sains, dan kemampuan membaca, tetapi sesungguhnya yang terpenting adalah aspek kerja bersama. Itulah sebabnya, sekali lagi, tema hari kemerdekaan RI tersebut sangat tepat, dan membuat hati ini menjadi lega.
Cipto Sumadi, seorang ahli yang ikut melahirkan Kurikulum 2013 menjelaskan kepada penulis bahwa, “we are not looking for a superman, but we are looking for a super team.” Dengan kata lain, “kita tidaklah mencari seorang superman, tapi kita mencari satu team yang super.” Inilah kunci utama kelemahan bangsa ini. Terkait dengan cita-cita bangsa ini menjadi The truly Indonesia, Satriyo Wibowo, Kasubbag Data, Bagian Perencanaan, Ditjen Dikdasmen mengingatkan bahwa negara Malaysia menyebut negerinya sebagai Truly Malaysia, yang diimbangi oleh Provinsi Riau sebagai The Homeland of Melayu. Hal itu sangat indah dan tepat sekali jikalau kerja bersama tersebut untuk Indonesia, sehingga menjadi TRULY INDONESIA. Bukan hanya Provinsi Riau sebagai Homeland of Melayu. Sehingga kita berani mengatakan The Truly Working Together Indonesia. Hal ini selaras dengan harapan Unesco agar semua negara di dunia dapat menerapkan empat pilar pembelajaran: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live to gether. Alangkah tepatnya jika tema Hari Kemerdekaan Indonesia tersebut adalah working together dalam hal kebenaran sebagai mana makna Lambang Negara Burung Garuda yang benar-benar menoleh ke kanan, yakni jalan kebenaran. Insya Allah. Amin.
Jadi, dalam ilmu pendidikan (pedagogi) kelemahannya menurut Thomas Lickona dalam konsep three component of good character adalah bukan dalam hal “moral knowing” atau pengetahuan tentang moral, tetapi justru dalam hal “moral felling” atau perasaan tentang moral dan hal ini dekat dengan “moral action” atau aksi tentang moral atau implementasi tentag moral. Itulah sebab dan musababnya kelemahaannya adalah sikap untuk bekerja bersama dan sekaligus aksi untuk kerja bersama. Tentu saja kerja bersama itu adalah untuk kebaikan, dan bukan kerja bersama untuk jalan kebenaran. Itulah sebabnya lambang negara Burung Garuda Pancasila, bukan menoleh ke kiri (jalan kemungkaran) tetapi menoleh ke kanan (jalan kebaikan). Itulah sebabnya dalam rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila, maka semuanya adalah haruslah dengan cara menoleh ke kanan yang artinya dengan melakukan jalan kebenaran. Dengan demikian, kerja bersama yang dimaksudkan dalam tema Hari Kemerdekaan itu adalah kerja bersama dalam melakukan kebenaran. Bukan kerja bersama dalam jalan kemungkaran, misalnya dalam “korupsi berjamaah” atau mega korupsi atau korupsi secara bersama (satu kata-kata plesetan yang tidak benar dan memalukan). Kita semua perlu ingat, dan sekali lagi ingat, bahwa lambang negara kita Burung Garuda Pancasila adalah menoleh ke kanan (dalah arti melakukan jalan kebenaran). Bukan menoleh ke kiri (bukan melakuan jalan kemungkaran).
Terkait dengan tulisan sebenarnya bertajuk “Merawat Kebhinekaan Bangsa” tentu saja kebhinnekaan tersebut memang sunatullah. Kehendak Yang Mahakuasa, agar kita saling mengenal, dan yang lebih penting adalah untuk saling kerja bersama. Bhinneka secara etimologis berasal dari kata “bhinna” artinya “pecah” dan “ika” artinya “itu” serta “tunggal” artinya “satu” dan “ika” artinya “itu”. Secara lengkap, “bhinneka tunggal ika” artinya “berbeda itu, satu itu” yang secara bebas berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu juga.” Dalam kakawin Empu Tantular secara lengkap lambang itu berbunyi “bhinneka tunggal ika, tan hanna dharma mangruwa” atau berbeda itu sesungguhnya satu, tidak ada dharma yang mendua, atau tidak ada pengabdian mendua, kecuali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Secara reflektif, kerja bersama dalam tema hari kemerdekaan Indonesia itu sebenarnya juga kerja bersama sebagai satu Indonesia. Dengan demikian merawat kebhinekaan bangsa tersebut tidak lain adalah untuk kerja bersama melalui satu Indonesia, dengan jalan kebenaran. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com, surel: me@suparlan.com; portal: masdik.com.