Oleh: Suparlan *)
***
“Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
(Pembukaan UUD 1945)
***
Kita tidak tahu – tidak ada informasi – tentang alasan mengapa Pemerintahan Jokowi lebih memilih KIP (Kartu Indonesia Pintar) dari pada menggunakan KIC (Kartu Indonesia Cerdas). Persoalan ini sudah tentu tidak semata-mata tentang bahasa, tetapi mestinya harus mencari dasar hukumnya, karena istilah itu akan digunakan untuk seluruh anak bangsa.
Pada tahun 2004 ketika saya memasuki usia pensiun dan mulai banyak membaca dan menulis buku, saya mulai berfikir tujuh keliling dan bertanya-tanya mengapa para pendiri NKRI ketika merumuskan Pembukaan UUD 1945 ternyata menggunakan istilah “mencerdaskan kehidupan bangsa,” dan tidak menggunakan “memintarkan kehidupan bangsa”. Saya menjadi sedikit mengerti setelah membaca buku tentang kecerdasan ganda oleh Howard Gardner berjudul Multiple Intelligence. Kemudian saya menulis buku bertajuk “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, dari Konsepsi sampai dengan Implementasi”. Banyak orang boleh tidak mempedulikan perbedaan kedua kata itu, pintar dan cerdas. Sinonim cerdas adalah intelligent (Oxford Dictionary), sementara pintar sama dengan smart. Tetapi pintar dapat dipadankan dengan pandai. Dalam Bahasa Malaysia juga digunakan istilah cergas yang memiliki makna ada kaitannya dengan aktivitas fisik. Anak itu cergas sama sekali tidak sama dengan anak itu cerdas. Dalam hal ini Bahasa Malaysia kita akui lebih lengkap, karena memiliki kosa kata cergas, sementara kita tidak. Dalam hal ini, Indonesia memiliki “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam Pembukaan UUD 1945. Inilah kelebihan para pendiri NKRI. Sementara itu, negara jiran Malaysia memiliki program sekolah bestari atau dikenal sebagai smart school yang kita terjemahkan dengan sekolah pintar, padahal bestari sebenarnya lebih luas dari pintar, karena kata bestari ada unsur bijaknya. Itulah sebabnya kita sebut bijak bestari. Di sini kelemahan Bahasa Malaysia, menyamakan antara bestari dan pintar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu makna cerdas adalah “tajam fikiran”. Kembali kepada pengertian cerdas dan pintar, supaya kita dapat menggunakannya secara cermat kedua kosa kata tersebut, sebenarnya kita harus kembali ke UUD 1945. Kita perlu menghargai karya para pendiri NKRI. Oleh karena itu, Pemerintah Jokowi sebaiknya menggunakan kata cerdas, dan bukan pintar. Oleh karena itu, Jokowi harus menggunakan KIC (Kartu Indonesia Cerdas) dan bukan KIP (Kartu Indonesia Pintar). Bukankah Jokowi pembela konstitusi, sesuai dengan pidato pelantikannya menjadi presiden ke-7? Di samping itu, Jokowi dikenal sebagai penggagas ide revolusi mental. Memang orang boleh berdebat soal nama. Apalah artinya sebuah nama. Justru ketika seorang ayah atau ibu ketika mempunyai anak, yang pertama kali dilakukan adalah memberikan nama yang baik.
Kecerdasan dalam buku Chairul Tanjung
Ketika saya membaca tuntas buku Chairul Tanjung, Si Anak Singkong, dalam Bab Sekolah Unggulan (hal. 257) dengan moto “Berprestasi dan Berkarakter Unggul”, Chairul Tanjung Foundation hanya membuka kelas IPA, tidak ada kelas IPS, calon siswa harus memiliki nilai minimal rata-rata 7 pada mata pelajaran utama, Matematika dan IPA akumulatif selama kelas VII sampai kelas (dengan) kelas IX. Dalam buku yang banyak diminati pembacanya ini, pengertian cerdas lebih bermakna “kecerdasan intelektual” dan bukanlah kecerdasan ganda yang lebih komprehensif?
Kembali ke UUD 1945
Mengingat banyaknya pemahaman yang beraneka ragam tentang pengertian cerdas dan pintar, termasuk apakah seharusnya kita menggunakan istilah KIP atau KIC, maka apakah tidak lebih baik kita kembali kepada UUD 1945. Bukankah UUD 1945 juga harus menjadi sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan di republik ini. Jika kita sepakat untuk menggunakan Pembukaan UUD 1945 sebagai rujukannya, maka kita akan memiliki dasar hukum yang sama dalam merumuskan tujuan pendidikan nasional, termasuk menjelaskan perbedaan makna cerdas dan pintar.
Menurut Howard Gardner, kecerdasan itu terdiri atas delapan tipe kecerdasan. Ibarat sidik jari, setiap manusia memiliki tipe kecerdasan yang berbeda. Ketujuh tipe kcerdasan itu sering disebut SLIM n Bil, yakni:
(1) kecerdasan Spatial atau visual atau gambar,
(2) kecerdasan Language atau bahasa atau verbal,
(3) kecerdasan Interpersonal atau komunikasi,
(4) kecerdasan Music atau musik atau seni suara,
(5) kecerdasan Naturalist atau alam atau cinta alam,
(6) kecerdasan Bodyly Kinestetic atau badan,
(7) kecerdasan Intrapersonal atau penilaian diri atau pribadi,
(8) kecerdasan Logical Matematis atau logis matematis, dan
(9) kecerdasan spiritual.
Untuk menyederhanakan sembilan tipe kecerdasan ke dalam dua macam otak kita (left brain and right brain) tipe kecerdasan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kateori kecerdasan yang dapat digambarkan dalam gambar berikut. Namun kecerdasan yang kesembilan pada saat itu belum dirumuskan masuk ke dalam delapan tipe kecerdasan. Dua kategori tersebut adalah yang menggunakan cara berfikir abstrak (abstract thinking) sebagai berikut:
- linguistik,
- logis matematis,
- visual atau gambar,
- musik atau seni suara,
Kategori berikutnya adalah yang lebih menggunakan perasaan kongkrit (concrete felling) sebagai berikut:
- intrapersonal (individual dan social),
- naturalis,
- kinestetik, dan
- interpersonal.
Sumber: www.google.com
Singkat kata, jika otak kita jadikan alat ukurnya, maka delapan tipe kecerdasan tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
- Kemampuan otak kiri, yakni meliputi tipe linguistik dan tipe logis matematis, serta tipe intrapersonal dan tipe naturalist;
- Kemampuan otak kanan, yakni meliputi tipe visual dan tipe musikal, serta tipe kinestetik dan tipe interpersonal.
Dengan demikian, antara cerdas meliputi kemampuan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan pintar. Cerdas meliputi delapan tipe kecerdasan, atau dua otak kiri atau otak kanan. Sementara pintar akan lebih pada tipe linguistik dan matematis saja atau lebih pada potensi kemampuan otak kiri saja. Sebaliknya kecerdasan juga ada pada anak-anak yang memiliki potensi kecerdasan pada fungsi otak kanannya. Otak kiri dan otak kanan sama-sama memiliki potensi kecerdasan, meski tipe kecerdasannya berbeda.
Gambar di atas menjelaskan karakteristik yang berbeda berdasarkan kecerdasan gandanya. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dijelaskan tentang karakteristik otak kanan dan otak kirinya. Karakteristik otak kiri adalah:
(1) analitic thought,
(2) logic,
(3) language, dan
(4) science and mathematics.
Sedang karakteristik otak kanan adalah:
(1) holistic thought,
(2) intuition,
(3) creativity, dan
(4) art and music.
Dengan karateristik otak kiri dan otak kanan tersebut, maka pendidikan berupaya untuk meningkatan kecerdasan ganda peserta didik secara komprehensif. Artinya? Seorang anak yang memiliki karakteristik otak kiri, perlu dijelaskan tentang kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian melalui pendidikan, anak dibiasakan untuk dapat memahami kelebihan dan kekurangannya, dan dapat melakukan apa yang diperlukan untuk dapat mengoptimalkan potensi kecerdasannya, dan sedapat mungkin menutupi kekurangan dirinya. Dalam hal ini Allah Swt. memang maha adil. Ridwan Kamil, yang Walikota Jawa Barat menyadari sepenuhnya memang tidak memiliki kecerdasan menyanyi (acara talkshow di televisi) dan menyerahkan kesempatan untuk menyanyi kepada Sule. Tetapi Ridwan Kamil mengetahui bahwa beliau memiliki kecerdasan interpersonal dan naturalis. Untuk kecerdasan ini, beliau unggul dan optimal. Maka dari itu, beliau sukses dalam membuat berbagai ragam taman di kota Bandung, seperti Taman Jomblo. Meningkatkan kecerdasan secara optimal peserta didik adalah tujuan pendidikan yang dalam hal ini harus sama dengan tujuan negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa untuk anak-anak bangsa adalah tujuan pendidikan kita. Itulah sebabnya, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan pendidikan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Bukan membuat peserta didik menjadi pintar, karena hanya terkait dengan kecerdasan intelektual yang terkait dengan kemampuan otak kiri. Pintar atau cerdas otak kirinya memang diperlukan untuk menjadi ilmuwan, dan banyak bidang keahlian kedokteran, insinyur, teknologi, tetapi kita juga memerlukan kecerdasan dalam bidang kemanusiaan, spiritual, komunikasi interpesonal, agar anak bangsa ini tidak larut dalam perilaku yang hanya mementingkan hitung-hitungan uang dan harta benda seperti yang telah dilakukan oleh para koruptor. Seharusnya, para koruptor dapat berbicara dengan hati nuraninya, bukan hanya dengan otak kirinya yang memang suka dalam bidang “hitung menghitung” saja, tidak peduli dengan masyarakatnya, bangsa, dan negaranya dengan menggunakan otak kanannya.
Setelah sedikit memahami makna cerdas dan pintar tersebut di atas, masihkah kita masih lebih memilih untuk menggunakan KIP (Kartu Indonesia Pintar) atau KIC (Kartu Indonesia Cerdas)? Pilih yang mana? Kita memerlukan semuanya, otak kiri maupun otak kanan. Seperti bunga, semua anak itu ibarat bunga yang indah beraneka ragam.
Depok, 25 November 2014
Kita adalah bangsa yang cerdas, jujur, berani dan pekerja keras