Pondok pesantren pernah dipandang sebelah mata. Tapi, itu dulu. Sekarang pesantren semakin “seksi”. Buktinya, banyak yang naksir.
Umi Hany Akasah – Radar Surabaya
Wajah Abu Rizal Maulana dan Alifka Shofi tampak begitu bahagia ketika mondok di Pondok Pesantren (Ponpes) Amanatul Ummah.
Keduanya saling bertutur sapa dengan menggunakan bahasa Arab. Senyumnya khas dan meneduhkan hati.
“28 Agustus insya Allah berangkat ke Mesir. Ada sekitar 25 teman yang berangkat ke Mesir,” kata Rizal kepada Radar Surabaya, Kamis lalu (4/8).
Abu Rizal akan mengambil Program Studi Syariah, sedangkan Alifka sudah diterima di Ushuluddin.
Tak hanya ke Mesir, alumnus ponpes modern yang berada di Jalan Silawankerto itu juga ada yang melanjutkan ke Maroko, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia.
Dari sekitar 3.000 lulusan, hampir 98 persen diterima di perguruan tinggi terbaik di Indonesia, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), dan lainnya.
Terakhir, berita yang ramai dibicarakan publik adalah prestasi Syarifah Salsabila yang merupakan santri pesantren Amanatul Ummah yang diterima sebagai mahasiswa termuda dengan nilai terbaik di program studi biologi Unair.
Usianya baru 14 tahun. Seusianya, harusnya masih duduk di bangku kelas IX alias III SMP. Perjalanan pendidikannya tiga tahun lebih cepat.
Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim mengatakan, hampir tiap tahun santri-santrinya sudah bisa tembus ke perguruan tinggi ternama di Indonesia dan luar negeri.
Dilihat dari jurusan yang berhasil ditembus, juga bukan program studi yang gampang. Seperti kedokteran umum, teknik industri, farmasi, hospitality, teknik mesin dan dirgantara, teknik elektro, akuntansi dan jurusan-jurusan favorit lainnya.
Contohnya seperti Aditya Rizki Arifin yang diterima di Jurusan Teknik Industri ITB dan University Tohuku, Jepang. Gigant Yolansya Rafsanjan diterima di Kedokeran Umum Unair, Surabaya.
Bahrul Yusuf Efendi di Jurusan Akuntasi STAN, Jakarta, dan Hadyan Destya Aufar di Diploma, Sydney School of Business, Australia. (jpg)
Selengkapnya: www.jpnn.com