Oleh: Suparlan *)
Kemarin saya menyempatkan menulis tentang sejarah kelahiran laman dan portal pribadi. Saya sudah janji dengan webmasternya. Laman pribadi tersebut beralamat di www.suparlan.com. Laman ini dibangun sejak 2010 lalu. Bahkan embrionya sudah tumbuh sejak saya mulai pensiun dan mulai rajin menulis. Setelah itu, kemudian lahirlah satu portal pendidikan yang kemudian disusul dengan nama MASDIK.COM. Saya dan webmasternya diskusi panjang tentang nama ini. Tentang logonya tentu saya serahkanlah kepada ahlinya. Arif HIdayat. Logo itu dikreasi dengan desain sebuah buku terbuka. Begitulah kira-kira. Arif Hidayat pernah mendisain lolo Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK), dengan konsep yang sama tentang pendidikan. Memang itulah konten MASDIK.COM ke depan. Sama dengan bayi yang lahir, memang pertama diberi nama yang baik. Kemudian, laman dan MASDIK.COM tersebut dirawat dengaan penuh kasih sayang, agar tumbuh dan bertambah besar di masa depan, dengan harapan menjadi media untuk mengikat ilmu. Saya katakan sebagai media untuk mengikat ilmu sesuai dengan pesan Sayyidina Ali RA, yang mengatakan bahwa “ikatlah ilmu dengan menulisnya.” Disebut dengan mengikatnya karena ilmu itu ibarat binatang buruan, setelah ditangkap, maka binatang buruan itu perlu diikat supaya tidak pergi atau melarikan diri, dan dapat dimanfaatkan untuk umat manusia.
Tiga prinsip ilmu
Ada tiga prinsip ilmu yang menurut saya harus dilaksanakan: 1) ilmu itu harus dipelajari mulai dari teori sampai dengan bagaimana menerapkannya, 2) ilmu tersebut harus diamalkan, dan 3) ilmu itu harus disampaikan kepada setiap orang yang memerlukan.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut, saya berusaha untuk menyebarluaskan ilmu yang telah saya peroleh, terutama melalui laman pribadi dan portal tersebut. Itulah sebabnya, tulisan yang saya kirimkan melalui laman saya coba menghimbau dengan mengirimkan pesan: saran, kritik, dan usulan Anda akan saya simpan dalam guci emas untuk perbaikan tulisan yang akan datang, terima kasih. Bukankah itu satu sapaan yang biasa? Memberikan sapaan seperti itu bukankah hukunya sunnah. Tapi membalasnya (kalau mau) hukumnya minimal sunnah juga. Boleh jadi malah wajib. Jika itu disamakan dengan hukum mengucapkan salam yang biasa.
Mengirimkan tulisan melalui surel dan balasannya
Ternyata pesan tersebut telah memperoleh pesan dengan respon yang sebaliknya. Bahkan ada seorang yang bukan berpendidikan rendah, malah sebaliknya, pernah agak marah ketika saya kirimkan ajakan untuk dapat memberikan balasan seperti itu. Seakan-akan saya seperti memaksa beliau untuk memberikan balasan atau tanggapan terhadap setiap tulisan yang saya kirimkan kepada beliau. Konon balasan itu semacam paksaan untuk membalas. Padahal beliau kan belum tentu memiliki waktu untuk membalasnya. Akhirnya, sampai disitulah diskusi saya dengan beliau tentang ajakan saya untuk membalas tulisan yang saya kirimkan kepada beliau. Padahal, saya kan hanya sebatas mengajak. Kalau tidak mau diajak, bukankah tidak mengapa. Saya punya sahabat, seorang guru besar di perguruan tinggi negeri, karena beliau adalah seorang teman konsultan ketika di Kemendikbud, saya selalu mengirimkan tulisan yang terkait dengan mata kuliah yang beliau ampu, misalnya tulisan yang berjudul Garuda Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan beberpa lagi yang lain. Saya sadar karena beliau belum tentu memiliki waktu untuk dapat memberikan komentar terhadap tulisan tersebut. That is OK. Tapi beliau senantiasa membalasnya cukup singkat. Terima kasih Pak Parlan. Bahkan untuk tulisan saya berjudul Garuda Pancasila, beliau membalasnya dengan “Great Pak Parlan, terima kasih.” Sebagai manusia biasa, tentu seorang penulis akan termotivasi untuk menulis yang lebih baik lagi.
Hakita Usulan dan Msaukan terhadap tulisan
Bagi saya secara pribadi, mengirimkan tulisan adalah sama dengan mengucapkan salam, hukumnya sunnah. Bahkan karena yang dikirmkan adalah ilmu, maka hukumnya adalah wajib. Karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim. Jika hukum mengirimkan ilmu tersebut hukumnya wajib, maka apa hukum yang mengirimkan balasan, baik berupa usul atau masukan? Sudah barang tentu lebih dari sunnah, tapi wajib, atau paling tidak sunnah muakadah. Hal itu menurut pendapat pribadi saya. Tentu saya orang lain bebas berpendapat yang berbeda, asal tidak bersifat pemaksaan kehendak.
Hakikat Laman dan Portal
Laman itu sebelumnya dikenal dengan www singkatan world wide web artinya halaman yang luas mendunia. Ya laman hakikatnya sama dengan halan sebuah buku. Buku itu teramat luas dan lebar. Itulah hakikat laman. Demikian pula dengan portal. Portal itu ibarat pintu gerbang yang dibunakan untuk membuka buku yang sangat luas tersebut. Tapi portal itu memiliki tema tertentu. Portal lebih besar dan lebih lebar lagi atau berbagai macam lagi isinya. Misalnya portal yang berisi tentang politik. Portal tentang pemerintahan. Demikian seterusnya.
Laman pribadi www.suparlan.com berisi tentang hal-hal tentang diri saya dan kegiatan yang saya lakukan, termasuk hasil karya yang telah saya hasilkan, dan bagaimana saya dapat berkomunikasi dengan diri saya. Oleh karena itu kontek laman pribadi tersebut adalah: 1) profil, 2) Artikel, 3) Buku, 4) Unduhan, 5) Tautan, dan 6) Kontak. Laman pribadi tersebut mulai dikenal sejak saya mulai menjadi konsultan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, setelah pensiun tahun 2004. Sejak saat itu, laman pribadi itu mulai dikenal oleh seluruh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Jika saya menyampaikan paparan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, saya selalu menyebutkan Nama, Laman, HP, dan alamat kantor. Pada saat itu istilah laman dan surel belum menjadi kosa kata dalam Bahasa Indonesia.
Peran Laman dan Portal Dalam Kehidupan
Dalam buku pertama saya bertajuk “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang diterbitkan oleh Penerbit Hikayat Yogyakarta, saya mulai memperkenalkan era teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sesungguhnya era TIK itulah yang kini langit angkasa kita akan diisi dengan jutaan data dan informasi dalam laman dan portal? Kita telah hidup dalam dunia maya. Dunia ini telah menjadi kampung tanpa batas karena dihubung kaitkan dengan berbagai media massa, termasuk laman dan portal. Keberadaan laman dan portal dan semua jenis media sosial menjadi sangat esensial dalam dunia maya. Yang lebih penting lagi, karena semua jenis media sosial tersebut seharusnya menjadi pengikat ilmu yang cukup efektif. Yang paling penting, melalui laman dan portal dan semua media sosial tersebut, kita semua ingin belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu yang terpening adalah standar konten dalam laman dan portal tersebut haruslah syariah, atau tidak ada yang melanggar semua nilai yang telah disepakati dan telah diatur dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Sebagai contoh, dalam dunia pendidikan, nilai-nilai yang disepakati adalah 18 standar nilai karakter menurut Pusat Kurikulum, Kemendikbud. Mudah-mudahan. Amin.
Depok, 23 Agustus 2016.