Oleh: Suparlan *)
Saya suka puisi. Maka judul tulisan pun lahir seperti puisi. Sebelum tulisan ini, kemarin lahir judul SEKILAS TENTANG SISDIKNAS, yang sudah diunggah di laman pribadi www.suparlan.com dan portal MASDIK.COM. Mudah-mudahan para pembaca menyukainya dan semua anak bangsa dapat mempelajarinya.
Tabloid Al-Hikmah
Awalnya, saya menerima tabloid Al-Hikmah secara gratis dari Masjid Baitut Tholibin, Kemendikbud Jakarta. Meskipun saya peroleh dengan gratis, saya tertarik dengan tulisan berjudul “Iqra, Lalu Tulislah,” yang ditulis oleh Dita/Maharevin, dari obrolan dengan Kang Maman, lengkapnya Maman Suherman, seorang Notulen Indonesia Lawak Klub, dikenal sebagau seniman puisi dan pembaca notulensi yang sering disambut tepuk tangan yang gemuruh oleh penontonnya. Inilah salah satu puisinya, bertajuk AYAH.
AYAH
Anakku …
Memang ayah tidak mengandungmu,
Tapi darahnya mengalir di darahmu,
Namamu melekat di namamu,
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
Tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu …
Nak …
Ayah memang tak menjagamu setiap saat,
Tapi tahukah kau dalam doanya selalu ada namamu disebutnya …
Tangian ayah mungkin tak pernah kau dengar karena dia ingin terlihat terlihat kuat agar kau tak ragu untuk berlindung di lengan dan dadanya ketika kau merasa tak aman …
Pelukan ayahmy mungkin tak sehangat dan seerat bunda,
Karena kecintaannya dia takut dak sanggup melepaskanmu …
Dia ingin kau mandiri,
Agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua sendiri.
Bunda hanya ingin kau tahu,
Nak … bahwa … cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda …
Anakku … Jadi di dirinya juga terdapat surga bagimu …
Maka hormati dan sayangi ayahmu!
Puisi adalah pikiran dan suara hati
Memang puisi adalah medium untuk menyampaikan buah pikiran dan suara hati kita. Seperti suara hati Kang Maman tentang anaknya agar anaknya tidak hanya mencurahkan kasihnya hanya kepada bunda, tetapi kepada bunda dan ayahnya. Bunda memang telah mengandungnya selama sembilan bulan, dan kemudian melahirkannya dan setelah itu menumbuhkembangkannya secara fisik dan mental menjadikannya sebagai orang dewasa, melalui proses pendidikan. Melalui proses mendidik dan membimbing. Bunda dan ayahnya adalah guru pertama dan utamanya. Rumah dan lingkungan ekosistemnya adalah menjadi gedung sekolahnya. Teman sebaya, orang-orang terdekatnya, para tetanggga dan semua orang adalah guru-gurnya, dan buku-buku dan semua sumber informasi adalah ilmu yang dipelajarinya sepanjang hayat.
Iqra, iqra, dan iqra, dan kemudian ditulisnya semua ilmu itu. Saya sangat suka jika saya tulis dengan sebongkah puisi, atau minimal seperti puisi.
Depok, 2 September 2016.