Keluarga Dituding Rekayasa Hasil Visum si Murid

0
775

SIDOARJO—Sidang kasus dugaan kekerasan yang melibatkan guru SMP Raden Rahmat, Muhammad Samhudi baru akan dilanjutkan setelah Lebaran. Sejauh ini baik pelapor, keluarga Arif, sang siswa dan Samhudi sama-sama membantah sesuai dengan versinya masing-masing.

Sementara itu, Jaksa penuntut umum (JPU) Kosyati menyatakan Samhudi mengakui telah melakukan kekerasan pada siswanya. Pengakuan itu tercantum dalam berita acara pemeeriksaan (BAP) tersangka.

Namun, Samhudi melakukannya lantaran ingin mendisiplinkan muridnya. Sebab, kata Kosyati, Samhudi menerima informasi bahwa banyak muridnya yang suka merokok di rumah kosong sebelah sekolah.

Dia menyatakan, hasil visum juga menunjukkan ada memar merah di lengan kanan akibat sentuhan benda tumpul. Pada fakta persidangan pemeriksaan saksi a de charge, pegawai TU SMP Raden Rahmat Balongbendo Tri Puji Rahayu telah dipanggil.

''Saat sidang, saksi itu mengatakan bahwa sebenarnya korban itu kurang sopan dengan guru. Sering tidak ikut salat Duha. Menurut keterangan saksi sih seperti itu,'' ungkapnya.

Sementara itu, Gufron, kuasa hukum Muhammad Samhudi, membantah bahwa kliennya telah melakukan kekerasan fisik dengan cara smackdown. Menurut dia, guru tidak diajarkan mendidik dengan cara kekerasan fisik seperti itu. Bahkan, dia berani pasang badan.

 ''Tidak mungkin itu terjadi. Berpikir 10 kali pun tidak mungkin guru melakukan smackdown. Guru tidak diajarkan seperti itu,'' jelasnya.

Hasil visum yang dijadikan bukti laporan ke Kapolsek Balongbendo, lanjut dia, belum bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, visum itu masih ada kemungkinan direkayasa lantaran ada dendam pribadi. Apalagi, peristiwa tersebut terjadi pada 3 Februari. Namun, visum baru dilakukan pada 8 Februari. Padahal, batas maksimal visum 2 x 24 jam.

 ''Visum itu kan kedaluwarsa. Visum baru dilakukan lima hari setelah kejadian. Itu tidak bisa dibenarkan ketentuan,'' paparnya.

Menurut dia, memar di lengan kanan korban sangat mungkin disengaja. Gufron juga mempertanyakan kepada petugas yang telah memberikan jalan pembuatan visum.

''Ini ada yang aneh,'' kata ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Sidoarjo itu.

Meski begitu, bukti-bukti yang ada akan dikaji keabsahannya di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Gufron menambahkan, jika pelapor tidak mau mencabut tuntutan, pihaknya dengan senang hati melanjutkan proses hukum.

''Kalau mau dicabut, ya di pengadilan nanti pada 14 Juli,'' tambahnya. (tib/ayu/c15/oni/flo/jpnn)

Selengkapnya: www.jpnn.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.