Oleh: Suparlan *)
Beberapa tulisan Iwan Pranoto dalam http://www.bincangedukasi.com/ menarik perhatian, atara lain tentang kecakapan mendidik abad XXI, dan beberapa judul lain dalam blok tersebut. Secara tidak sengaja saya membuka tulisan tersebut. Tulisan ini merupakan respon setelah membacanya.
Perkenalan
Sebagai introduksi, perlu dijelaskan bahwa Iwan Pranoto adalah Atase Penddikan dan Kebudayaan KBRI New Delhi. Beliau adalah guru besar Matematika di Institut Tekonologi Bandung. Meski saya sama sekali belum kenal dengan beliau, sebagai orang yang didominasi oleh otak kanan, secara intuitif saya merasakan seperti sudah kenal dengan beliau. Boleh jadi karena sama-sama pernah di KBRI. Beliau di KBRI New Delhi, sementara saya di Kuala Lumpur. Hanya saja, saya adalah mantan Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur.
Nuansa pemikiran dalam tulisannya itulah yang saya nilai memiki tingkat intelektualitas berfikir logis yang tinggi. Meski belum ditebak kecerdasannya, saya merasa yakin bahwa beliau didominasi oleh otak kiri yang berfikir lebih secara logis, bukan otak kanan yang lebih didominasi oleh berfikir secara intuitif. Beberapa kali menebak kecerdasan beberapa mahasiswa dan beberapa orang penting, saya merasa yakin bahwa beliau memiliki kecerdasan otak kiri. Untuk membuktikan ini, berikut ini adalah foto tangan berikut.
Menebak Kecerdasan
Otak kanan Otak kiri
Dengan menggunakan dua foto tersebut, mudah-mudahan tebakan tersebut benar bahwa beliau memiliki otak kiri. Sebagai perkekalan, inilah yang perlu disampaikan. Sendainya tidak benar, pastilah bukan teorinya yang salah, tetapi analisis terhadap teori itu yang mungkin perlu diluruskan kembali.
Terkait dengan judul tulisan ini, bertanya adalah alat untuk berfikir logis yang dimiliki orang yang didominasi otak kiri, sedangkan dominasi otak kanan adalah berfikir intuitif. Perbedaan lainnya, orang yang didominasi otak kiri yang lain adalah: 1) kelaki-lakian, dan 2) egoistis. Sementara ciri orang yang didominasi otak kanan adalah: 1) kewanita-wanitaan (feminis), dan 2) altruistis. Tentu saja, dominasi otak kanan atau otak kiri dalam diri seseorang memiliki kelebihan dan kelemahan. Itulah sebabnya, proses equilibrium perlu dilakukan. Kelebihan di satu pihak harus dimbangi dengan penyesuaian di pihak yang lain. Sebaliknya kekurangan di pihak yang lain harus diikuti dengan penambahan bidang-bidang tertentu. Hal yang sama terjadi dalam penguasaan ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan alam di satu pihak dengan ilmu pengetahhuan sosial atau bahasa di pihak yang lain.
Bertanya
Bertanya memang menjadi proses untuk bernalar, terutama untuk bidang sains dan teknologi. Oleh karena itu, terkait dengan melejitnya hasil PISA di negara Vietnam, memang dapat dibenarkan bahwa peserta didik di negara Vietnam dinilai lebih bernalar ketimbang dengan peserta didik di negara lain dengan kata lain lebih berfikir logis. Sementara itu untuk negara lain akan dapat disebut dengan lebih berperasaan atau melakukan sesuatu secara intuitif.
Di dalam kehidupan sehari-hari, ketika mengikuti pengajian di masjid, cara berfikir jamaah pun dapat dikategorikan menjadi dua golongan seperti itu. Sebagian jamaah ada yang tidak mau atau enggan bertanya secara logis, karena sebagian jamaah lebih kepada pendekatan meminta petunjuk dari pada menanyakan tentang perbedaan, persamaan, dsb. dengan menggunakan HOTS (higher order thinking skills) yang rendah seperti pertanyaan 4 W (what, who, when, where) dan belum yang 1 H (how). Jamaah yang menggunakan HOTS yang tinggi bisa dinilai menyampaikan pertanyaan yang mengada-ada. Misalnya pertanyaan mengapa rokoh tidak diharamkan dan hanys dimakruhkan? Bahkan pertanyaan mengapa ada ulama yang mengatakan semakin panjang jenggotnya semakin “goblog?” Mengapa sehabis shalat Subuh sebaiknya tidak boleh tidur? Atau pertanyaan seperti mengapa para tokoh agama lebih mendukung calon X tau calon Y dalam pilkada? Pertanyaan-pertanyaan dengan HOTS yang tinggi tersebut lebih baik diubah menjadi pertanyaan yang sifatnya hanya untuk meminta PETUNJUK dari ustadz atau cukup meminta doa tertentu untuk dapat lulus UN.
Depok, 31 Juli 2016.