JAYAPURA – Rencana penerapan full day school yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Muhadjir Effendy di Indonesia, mendapat beragam tanggapan. Kebanyakan ditolak, termasuk dari kalangan menteri kabinet kerja.
Program ini diangap belum bisa diterapkan dengan berbagai alasan, di antaranya infrastruktur yang masih terbatas. Menteri Pemberdayaan Peremuan dan Perlindungan Anak, Prof. Yohana Yembise termasuk yang tidak setuju apabila wacana ini diterapkan.
Menurut Yohana, penerapan full day school ini justru membatasi waktu bagi anak dan orang tua untuk bermain dan memberikan perhatian. Orang tua kata Yohana Yembise di satu sisi juga memerlukan waktu bermain dengan anak-anak mereka di rumah maupun di luar.
Selain itu, menurut Yohana kebijakan ini juga melanggar hak anak dan kesepakatan dalam konvensi Hak Anak Internasional. “Kalau saja kebijakan itu diterapkan maka akan melanggar konvensi Hak Anak yang sudah disepakati oleh Presiden lewat Peraturan Presiden,” jelas Menteri Yohana Yembise kepada wartawan di Biak, Rabu (10/8).
Yohana Yembise. Foto: dok/JPNN.com
Menurut ibu tiga anak ini, idealnya para siswa belajar paling tinggi selama 7 jam. Sehingga setelah proses belajar mengajar di sekolah selesai, anak-anak memiliki cukup waktu bersama orang tuanya. Hal ini diakuinya berguna untuk perkembangan kognitif, komunikasi dan motorik anak.
“Bisa saja sepulang sekolah orang tua mengajak anak-anaknya bermain ke taman, karena mereka juga membutuhkan perhatian orang tua. Sebab fungsi kontrol dari orang tua pun dinilai bisa diperhatikan secara langsung,” tuturnya.
Ia mengakui apa yang digulirkan Mendikbud masih sebatas wacana, namun alangkah baiknya jika dikaji terlebih dahulu. Yohana mengatakan di satu sisi full day school ini diharapkan mampu membatasi gerak ruang dari anak-anak agar terhindar dari pengaruh buruk miras, tawuran, narkoba, pornografi dan seks bebas. Namun kata Yohana Yembise penerapan aktivitas anak di sekolah hingga sore hari bukan menjadi sebuah solusi.
“Ini bisa ada bullying di sekolah kalau diterapkan. Anak-anak bisa semakin terbebani dan bisa dilampiaskan melalui bullying. Ada hak dasar anak yang harus dipenuhi selain belajar, yaitu mereka juga harus bermain, dan berkreasi,” tuturnya.
“Ini mungkin baru wacana karena menterinya baru, jadi saya akan bertemu nanti secara langsung dengan beberapa deputi terkait untuk melihat apakah wacana ini pantas dilakukan atau tidak. Karena ini banyak menuai keluhan dari orang tua,” pungkasnya. (il/oel/fia/qad/nat/adk/jpnn)
Selengkapnya: www.jpnn.com