JAKARTA–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi mengungkapkan, banyak ragam pendekatan yang bisa digunakan untuk implementasi penguatan pendidikan karakter. Muhadjir enggan menyebutkan full day school (FDS). Dia lebih nyaman dengan sebutan pendidikan karakter siswa.
"Kalau FDS itu kesannya, anak-anak belajar dari pagi sampai sore. Padahal tidak seperti itu. Anak-anak belajar seperti biasa, tapi ada tambahan pendidikan karakter siswa yang diisi dengan beragam pendekatan," terang Muhadjir, Minggu (15/8).
Pertama, pendidikan karakter akan menjadi kegiatan Ko-Kurikuler di sekolah. Artinya, kegiatan itu akan berlangsung setelah kegiatan belajar mengajar selesai, dan pelaksanaannya tetap menjadi tanggung jawab sekolah.
Sehingga, nantinya, semua kegiatan akan bersifat nonformal, tidak kaku, serta menyenangkan, sehingga membuat siswa nyaman dan senang belajar.
“Jangan sampai rumah kedua bagi anak itu adalah mal, pusat perbelanjaan, bahkan di jalanan, ikut menjadi anggota geng motor. Kita harus pastikan sekolah menjadi rumah kedua yang nyaman bagi siswa. Tentunya pendidik utama adalah orang tua,” ucap Menteri Muhadjir.
Kedua, Mendikbud menggarisbawahi akan mengedepankan kearifan lokal, dan menggunakan pengembangan ekosistem lingkungan.
Siswa bisa belajar di kelas, di sekitar lingkungan sekolah, bahkan di luar lingkungan sekolah, tetapi tetap menjadi tanggung jawab sekolah. Pendidikan karakter akan lebih mengedepankan prinsip keanekaragaman.
“Jadi, secara nasional, tidak ada lagi penyeragaman penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Kita beri otonomi kepada masing-masing sekolah. Pasti nantinya ada perbedaan antara sekolah di pinggir pantai, dengan sekolah di kota, dan sekolah di pedesaan. Sudah waktunya untuk mengedepankan pentingnya keanekaragaman,” tuturnya. (esy/jpnn)
Selengkapnya: www.jpnn.com