Oleh: Suparlan *)
Wacana penerapan FDS (full day school) di sekolah-sekolah di Indonesia memperoleh tanggapan yang beragam. Ada yang setuju karena berbagai pengalaman positif yang diperoleh dari lapangan, misalnya dari pada para siswa tidak karuan dalam memanfaatkan waktu luangnya, lebih baik diisi dengan pelbagai kegiatan yang positif yang dirancang oleh sekolah bersama dengan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, sekolah yang menerapkan FDS harus merumuskan kegiatan sekolah yang positif, misalnya dengan mengembangkan budaya sekolah, seperti yang saat ini Kemendikbud telah meluncurkan kegiatan seperti Hari Pertama Masuk Sekolah (HPS), Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLH), Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Indonesia Membaca dan Menulis (GIMM), Penumbuhan Budi Pekerti (PBP), dan kegiatan lain yang dirancang oleh sekolah bersama dengan semua unsur pemangku kepentingan sekolah (stakeholder pendidikan). Sayangnya, semua program dan kegiatan tersebut belum sepenuhnya dirancang dalam satu Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dengan baik, mulai dari perumusan visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, lengkap dengan analisis SWOT-nya, lengkap dengan program dan kegiatannya, serta kejelasan anggaran yang diperlukan
Ketika Mendikbud baru ditanya oleh masyarakat dengan pelbagai kegiatan dan kesiapan pelaksanaan wacana FDS tersebut, Mendikbua pernah sekilas menyebutkan perlunya untuk mengembangkan kegiatan kokurikuler dan bahkan ekstrakurikuler untuk mengisi hari-hari belajar peserta didik, termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat local geniusnya. Karena saya lulusan S2 di University of Houston dalam program studi CI (Curriculum and Instruction atau Kurikulum dan Pembelajaran) maka saya kemudian ingat dengan konsep kurikulum menurut Prof. Dr. Engkoswara, yang menjelaskan formula kurikulum sebagai berikut:
- K = O——————>
- K = ∑ Mata Pelajaran
- K = ∑ Mata Pelajaran + KK
- K = ∑ Mata Pelajaran + KK + SS
Formula itulah yang dirumuskan oleh Engkoswara, berasal dari Webster’s Third New International Dictionary yang menyebutkan bahwa kurikulum berasal dari kata curere dalam Bahasa Latin Currerre yang berarti :
- Berlari cepat
- Tergesa-gesa
- Menjalani
Dengan demikian kata curere berasal dari kosa kata dalam bidang olah raga, tempat berlari cepat. Kemudian curere dikatabendakan menjadi curriculum yang berarti:
- Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
- Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
- Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Berdasarkan makna etimologis tersebut, kemudian Engkoswara menjelaskan empat formula kurikulum tersebut, yang definisi lengkapnya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran, dan kegiatan-kegiatan, dan segala sesuatu yang dirancang oleh atuan pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berbicara tentang tujuan pendidikan, tujuan pendidikan itu harus sejalan dengan tujuan negara, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabad dalam waktu 20 bulan, selalu mengingatkan kepada penonton dalam acara bincang-bincang dengan Anies Baswedan, bahwa istilah tujuan negara yang tertuang dalam konstitusi itu bukan sebagai tujuan, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai janji yang harus ditepati. Inilah kelebihan Anies Baswedan, dalam menjelaskan konsepnya kepada penonton televisi. Mengapa tidak disebut sebagai tujuan, karena kalau sebagai tujuan itu dapat direvisi, tapi kalau sebagai janji, itu harus ditepati. Misalnya “melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa,” maka semua itu bukan hanya sekedar tujuan, tetapi sebagai janji yang harus ditepati.
Kalau boleh kita menyebutnya sebagai tujuan, maka Benjamin S. Bloom menyebutnya menjadi tiga ranah, yakni 1) ranah kognitif, 2) ranah afektif, dan 3) ranah psikomotor. Dalam bahasa sederhana dapat disebut sebagai 1) ranah pengetahuan, 2) ranah sikap, dan 3) ranah keterampilan.
Kegiatan dalam ranah afektif tersebut, Mendikbud mengingatkan perlu dimasukkan sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak dalam kegiatan kokurikuler, atau ekstrakurikuler dapam program FDS tersebut, misalnya untuk memupuk bakat dan kemampuan dalam berbagai bidang untuk mencapai 18 pilar nilai pendidikan karakter. Dalam penamaan program ini di negeri ini yang sering ridak konsisten. Muhamamd Nuh meluncurkan program pendidikan karakter dengan 18 pilar nilai pendidikan karakter, namun Anies menyebutnya dengan Penumbuhan Budi Pekerti, dengan konsep yang belum selesai. Untuk mengingatkan Mendikbud yang baru, apa saja delapan belas pilar nilai pendidikan karakter yang harus dicapai dalam pelaksanaan pendidikan karakter tersebut. Inilah18 Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa, yang disusun oleh Pusat Kurikulum Balitbang Dikbud, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya.
Tabel 1: PILAR NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
No. | Pilar | Diskripsi |
1 | Religius | Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. |
2 | Jujur | Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3 | Toleransi | Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4 | Disiplin | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
5 | Kerja Keras | Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
6 | Kreatif | Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7 | Mandiri | Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
8 | Demokratis | Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. |
9 | Rasa Ingin Tahu | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10 | Semangat Kebangsaan | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
11 | Cinta Tanah Air | Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. |
12 | Menghargai Prestasi | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13 | Bersahabat/Komunikatif | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
14 | Cinta Damai | Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
15 | Gemar Membaca | Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. |
16 | Peduli Lingkungan | Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. |
17 | Peduli Sosial | Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. |
18 | Tanggung Jawab | Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Sumber: Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010
Konsep tahun 2010 ini, tidak sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten, dengan segala kelengkapannya. Belum apa-apa dan tidak melalui evaluasi terhadap melaksanaan konsep Pendidikan Karakter tersebut, pada tahun 2016 Anies Baswedan meluncurkan lagi konsep Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). Apakah Anies telah melengkapi semua kelengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan PBP? Apakah kelebihan dan kelemahan Pendidikan Karakter dan Penumbuhan Budi Pekerti? Masyarakan pendidikanlah yang dapat menilainya.
Depok, 17 Agustus 2016.