JAKARTA – Perseteruan dua kubu di internal kampus Universitas Trisakti menyeruak lagi. Pemicunya adalah konflik belasan tahun antara kubu pengelola (rektorat) dengan yayasan.
Ricuh kembali pecah kemarin (24/8) saat kubu yayasan ingin ’’merebut’’ kampus dari rektorat.
Pemicu kericuhan kemarin adalah kemunculan ratusan preman yang menduduki kampus sejak pagi buta kemarin. Preman ini mulai masuk ke komplek kampus di Grogol, Jakarta Barat, sekitar pukul 03.00.
Presiden Mahasiswa Trisakti Abdul Kader mengatakan pengerahan preman ini tanggung jawab Yayasan. Sekitar 30 orang petugas keamanan yang selama ini berjaga di Trisakti dibuat kelimpungan menghadapi para preman itu.
Sebagian preman mengenakan pakaian satpam. Selain itu, mereka juga membawa bambu panjang. Preman-preman tersebut menyisir lingkungan kampus mulai Rabu dini hari untuk mengamankan petugas keamanan kampus.
Setelah menemukan petugas keamanan kampus, mereka mengikatnya kemudian memboyong petugas keamanan kampus keluar.
Akhirnya preman tersebut berhasil diamankan oleh pihak kepolisian Polda Metro Jaya. Kemarin pagi sekitar 75 preman dibawa ke Polda Metro Jaya. Siang hari sekitar pukul 13.00 polisi masih menyisir seisi kampus dan menemukan lebih dari 50 orang preman.
Perseteruan antara kubu pengelola dan yayasan Trisakti meruncing akhir Juni lalu. Tepatnya saat pihak yayasan melantik Eddy Suandi Hamid melantik sebagai rektor pada 28 Juni.
Kubu pengelola berang karena pelantikan Eddy itu dianggap sebagai upaya kudeta rektor sebelumnya Thoby Mutis.
Dikonfirmasi soal kericuhan itu, Rektor Eddy Suandi Hamid menuturkan sudah ada mediasi yang ditengahi oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. Mantan rektor Universitas Islam Indonesia (UII) itu menjelaskan akan dibentuk sebuah forum yang melibatkan semua elemen. Termasuk di dalamnya pihak rektorat, yayasan, dan pemerintah.
Dia menegaskan tidak mengajukan diri sebagai rektor, melainkan dimintai tolong. Dia juga tidak ingin masuk dalam pusaran konflik yayasan dengan rektorat.
’’Jika keberadaan saya malah mempertajam konflik, saya siap mundur,’’ jelas mantan ketua umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) itu.
Eddy mengakui putusannya menerima permintaan menjadi rektor merugikan dirinya secara pribadi. Tapi dia tetap berpegang pada idealismenya sebagai pendidik.
Bahwa dia duduk sebagai rektor untuk memperbaiki kampus ’’reformasi’’ itu. Terkait soal preman yang disebut dari pihak yayasan, Eddy tidak tahu-menahu.
Menristekdikti Muhammad Nasir berharap mediasi yang akan berjalan bisa mengembalikan kejayaan Trisakti.
Dia mengakui selama dirundung konflik belasan tahun, pamor Trisakti menurun. Dia ingin menyelamatkan mahasiswa dan dosen dari konflik yang tidak berujung itu.
Nasir membantah bahwa rektor Eddy merupakan titipan dari pemerintah. Dia menjelaskan rektor Eddy dipilih dan ditunjuk oleh yayasan atau badan penyelenggara.
Tudingan rektor Eddy itu titipan pemerintah muncul karena saat pelantikan dihadiri Menristekdikti. (gin/wan)
Selengkapnya: www.jpnn.com