RONA Mentari kaget saat mendengar jawaban seorang anak TK ketika ditanya tentang cita-citanya. Jika anak lain menjawab menjadi polisi, dokter, tentara, pilot, dan profesi lain, anak yang dia tidak hafal namanya itu menjawab bahwa dirinya bercita-cita menjadi koruptor.
’’Saya penasaran, kenapa anak sekecil itu ingin menjadi koruptor,” terang alumnus Jurusan Komunikasi Universitas Paramadina itu saat ditemui di salah satu mal di Tangerang Selatan, Kamis lalu (25/8).
Ternyata jawaban bocah tersebut sangat logis. Dia bercita-cita menjadi koruptor karena mereka mempunyai rumah bagus, halaman luas, dan kolam renang. Mobilnya juga banyak. Semuanya bagus-bagus.
Rona akhirnya berkesimpulan bahwa anak tersebut pasti pernah menonton televisi yang memperlihatkan seorang koruptor ditangkap, lalu ditunjukkan hartanya yang begitu melimpah.
Dengan banyak berita koruptor superkaya yang ditangkap, anak-anak pun terinspirasi menjadi seperti mereka.
Imajinasi anak terbangun dari tontonan yang dia lihat. Anak-anak tidak bisa disalahkan karena mereka belum memahaminya. Untuk itu, sejak dini mereka perlu diberi pemahaman. Dia pun gencar mengenalkan antikorupsi bagi anak sejak dini.
Rona membulatkan tekad membantu menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada anak usia dini bersama KPK. Di lembaga antirasuah itu, Rona mengisi acara mendongeng di kanal KPK. Baik radio maupun TV. Syuting dongeng untuk TV dilakukan di beberapa TK di Jakarta. ’’TK yang jadi tempat syuting berpindah-pindah,” ujar dia.
Dalam menyampaikan dongeng antikorupsi, Rona tidak pernah menggunakan kata-kata korupsi atau koruptor. Rona hanya menceritakan 10 nilai antikorupsi. Yaitu, jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, berani, adil, dan sabar.
Hal itu disampaikan lewat contoh-contoh perbuatan yang sederhana. Misalnya, nilai jujur yang dikisahkan pada anak yang diminta ibunya membeli barang. Anak tersebut harus jujur sesuai apa yang dia beli. Berapa harganya dan berapa kembaliannya. Ketika berbicara, dia tidak boleh berbohong.
Begitu pula tentang nilai tanggung jawab. Dia menceritakan kisah-kisah anak yang bertanggung jawab. Misalnya, ketika melakukan kesalahan, dia harus berani mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan tegas dia mengaku bersalah dan tidak menuduh orang lain.
Rona menyebut anak-anak selalu antusias dengan kegiatan itu. Sebab, dalam mendongeng, Rona juga menggunakan berbagai alat peraga, seperti gitar, boneka, gambar, dan wayang.
’’Kalau sejak kecil mereka dikenalkan nilai itu, ketika besar mereka akan menjauhi korupsi,” tutur perempuan yang berulang tahun setiap 23 September tersebut.
Saat ini Rona merancang program dongeng untuk timur. Yaitu, dongeng antikorupsi yang akan digelar di timur Indonesia. Dalam proyek pribadinya tersebut, Rona akan berkeliling ke berbagai daerah di kawasan timur.
Lokasinya bisa di sekolah, kampung, kantor pemerintah, dan tempat lain. Anak-anak di sana akan diajak mendengarkan dongeng dan belajar mendongeng. Dia masih mencari sponsor yang mau membiayai kegiatan tersebut.
Selain bekerja sama dengan KPK, Rona dan klubnya sering mengadakan acara dongeng sendiri. Dia datang ke sekolah-sekolah, mengadakan acara sosial yang di dalamnya diisi mendongeng.
Bukan hanya di Indonesia, Rona juga bercerita di mancanegara. Dia pernah mendongeng di acara Singapore International Storytelling Festival. Pada tahun yang sama, dia berkesempatan mengikuti short course tentang leadership di New Zealand.
Di sana dia diminta mendongeng di depan para pejabat KBRI. Hari selanjutnya, dia tampil di depan komunitas storytelling.
Kemudian pada 2014, dia terbang ke Sydney, Australia, untuk mengikuti Sydney International Storytelling Festival.
Rona mengatakan sejak kecil terbiasa mendongeng. Ketika SD, dia sudah terbiasa bercerita. Saat ulang tahun, sang ibu mengajaknya ke perempatan jalan. Di situ dia diminta mendongeng di depan anak jalanan. Dia semakin berani tampil di depan orang. Padahal, ketika TK, Rona merupakan anak yang pemalu.
Dia juga aktif mengikuti berbagai lomba dongeng. Juara demi juara berhasil dia diraih. Selain mengikutkan lomba, sang ibu membuatkan acara khusus untuknya. Yaitu, safari dongeng saat Ramadan. Setiap hari selama Ramadan, dia berkeliling ke masjid dan TPQ untuk bercerita. Bakat mendongeng yang dia miliki semakin terasah.
Sebelum berkuliah di Universitas Paramadina, Rona bersama dua saudaranya, Putri Arum Sari dan Ayu Purbasari, mendirikan Rumah Dongeng Mentari (RDM). Setiap Sabtu dan Minggu, tempat itu selalu ramai dengan anak-anak.
Mereka diajak mendongeng. Mereka dilatih agar percaya diri dan berani tampil di depan orang banyak. Dia juga menggagas dongeng.tv, channel di YouTube. ’’Sampai sekarang masih aktif,” ucapnya.
Selain kisah Rona, pendongeng yang rajin berbagi kisah antikorupsi bersama KPK ialah Rico Toselly. ”Saya mengambil cerita yang dekat dengan anak. Ya keseharian mereka sendiri,” ujar pria yang akrab disapa Kak Rico tersebut.
Pria yang menjadikan pendongeng sebagai profesi sejak 2006 itu mencontohkan karyanya berjudul Pergi ke Sekolah yang diproduksi tim kanal KPK. Pada video 9 menit 8 detik itu, dia ditemani boneka bernama Dedot mengangkat nilai kemandirian sebagai tema utama dalam cerita.
Dedot diceritakan bangun pagi sendiri, lantas mandi sendiri. Kegiatan keseharian yang selalu dilakukan anak-anak. Saat pergi ke sekolah, Dedot bersama Kak Rico. Tapi, di jalan sedang macet. Karena jarak ke sekolah sudah dekat, Dedot pun memutuskan untuk berjalan kaki. Tentu di trotoar.
Dedot lantas menyeberang jalan lewat zebra cross setelah menengok ke kiri dan kanan. Singkat cerita, Dedot dengan kemandiriannya pun sampai di sekolah dan tidak terlambat. ’’Pada pengujung cerita, saya tekankan lagi pesan yang ingin disampaikan,’’ ujarnya.
Pengulangan pesan yang ingin disampaikan sangat penting karena itu akan terpatri pada memori anak. ”Pesan-pesan harus disampaikan dengan cara yang sederhana. Namanya juga anak-anak,” kata alumnus Institut Kesenian Jakarta itu.
Rico yakin nilai-nilai antikorupsi, jika disampaikan secara sederhana, asyik, dan mengena, akan teringat terus di memori anak. Dia sendiri sering mengalaminya. Ceritanya, Rico datang ke sebuah sekolah hingga dua kali. Nah, anak di sekolah itu ternyata mengingat Rico dan bonekanya karena cerita yang pernah dibawakannya.
”Oh itu kakak yang kemarin tersesat di hutan karena mengejar bebek ya,” ujar Rico. Cerita bebek tersebut merujuk pada dongeng yang pernah dibawakan Rico mengenai anak yang tidak patuh atau tidak disiplin.
”Mereka masih ingat. Artinya, memori anak itu luar biasa. Makanya itu, perlu ditanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada mereka,” ujar pendongeng yang tinggal di Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tersebut.
Rico berharap para orang tua dan guru bisa melakukan hal yang sama. Sebab, menanamkan nilai-nilai antikorupsi lewat dongeng sebenarnya tidaklah rumit. Ide cerita, menurut dia, bisa berasal dari mana saja dan akan lebih baik kalau dekat dengan keseharian si anak. Mulai sekolah hingga lingkungan di sekitar anak.
”Kalau dari cerita, tidak terkesan menggurui. Buah hati akan mengambil pesan dari dalam cerita tersebut,” ungkap ayah satu anak itu.
Agar konsentrasi anak semakin terjaga pada saat mendengarkan dongeng, Rico kerap menggunakan tambahan sound effect atau bunyi-bunyian sesuai dengan tema cerita. ”Mereka harus dipancing agar konsentrasinya terjaga. Agar pesan dongeng tersampaikan,” tambah dia.
Rico yang sudah malang melintang dari Jawa, Sumatera, hingga Kalimantan tersebut menuturkan, mendongeng itu sangat efektif pada anak usia dini hingga kelas VI SD. Bagi dia, internalisasi nilai-nilai antikorupsi sejak dini sangat perlu.
Setidaknya anak akan punya modal untuk menilai sikap mana saja yang layak untuk ditiru dan tidak. ”Sikap antikorupsi yang tertanam sejak kecil itu akan membentengi anak dari pengaruh tidak baik,” jelas pria kelahiran Jakarta tersebut.
Bila Rona dan Rico menanamkan nilai-nilai antikorupsi lewat dongeng, beda lagi dengan Djito Kasilo. Pria yang kerap disapa ayah Djito itu sejak KPK berdiri terlibat dalam berbagai kegiatan pencegahan. Terutama yang sifatnya edukasi terhadap anak-anak.
Djito menyemai nilai-nilai antikorupsi selama ini lewat medium lagu. ’’Kenapa saya pilih lagu? Salah satu alasannya karena kita sekarang memang krisis lagu anak,’’ ujar Djito saat dihubungi Jumat (26/8).
Menurut dia, sekarang anak-anak Indonesia krisis lagu. Dengan begitu, mereka menyanyikan lagu dewasa. Temanya pun tak jarang tentang cinta dewasa. ’’Berangkat dari situ, saya merasa perlu membuat lagu-lagu tentang antikorupsi,’’ ujar Djito.
Kebetulan, niat itu klop dengan program Indonesia Corruption Watch (ICW) yang di dalamnya ada sejumlah aktivis teman Djito di kampus.
Sebelum membuat album anak antikorupsi bersama ICW dan KPK, Djito sebenarnya punya proyek pribadi di marinyanyi.com. Di sana, pria yang dikenal sebagai dosen dan praktisi periklanan itu membagikan sekitar 500 lagu gratis. Semua buatannya sendiri. Lagu-lagu di marinyanyi.com tersebut juga telah disebar gratis oleh Djito ke TK dan PAUD.
’’Dari database lagu yang saya buat itu, saya pilih yang memenuhi nilai-nilai antikorupsi untuk album anak antikorupsi,’’ jelas ayah satu anak tersebut. Album itu kini telah disebar ke berbagai daerah di Indonesia. Baik oleh ICW, KPK, maupun Kementerian Pendidikan.
Bagi Djito, melalui lagu anak-anak, nilai-nilai antikorupsi diharapkan bisa tertanam sejak dini. Misalnya, mengenai ketaatan antre yang kini kebanyakan tidak dimiliki orang dewasa.
’’Dengan mengerti antre saja, dampaknya besar sekali. Meski, kelihatannya sederhana,’’ ujar Djito.
Menurut dia, anak-anak merupakan penyerap ulung. Apa yang diserap akan tertanam terus di memori otaknya. ’’Itu tidak akan hilang kok. Meski kelak lupa dengan lirik lagunya, mereka tidak lupa dengan pesannya,’’ tandasnya. (gun/lum/jun/c7/ang)
Selengkapnya: www.jpnn.com