Oleh: Suparlan *)
Buku yang akan dikoreksi secara terbuka ini berjudul “Mengobarkan Kembali Api Pancasila.” Untuk mengoreksi buku tersebut, saya telah menulisnya dan mengunggahnya dalam laman www.suparlan.com dan portal MASDIK.COM. Tulisan tersebut juga saya kirimkan kepada penulisnya sendiri, yakni Bapak Sayidiman Suryohadiprodjo, dan kepada penerbitnya, yakni Penerbit Kompat, surel: buku@kompas.com.
Mengapa koreksi tersebut dilakukan secara terbuka dengan mengunggah ke dalam laman dan portal? Tujuannya agar koreksi tersebut dapat segera memperoleh respon, bukan hanya dari penulisnya sendiri, tapi juga dari penerbitnya. Ternyata respon tersebut tidak dapat saya peroleh. Masalahnya buku tersebut sudah diterbitkan sejak tahun 2014. Sehingga apa yang terulis dalam buku tersebut sudah demikian meluas pepada masyarakat pembaca, dalam semua lapisan masyarakat.
Memang, berdasarkan pengamatan pribadi, kesalahan yang akan diungkapkan melalui tulisan ini, ternyata memang dapat disebut sebagai kesalahan umum. Mungkin kesalahan tersebut telah berlangsung lama sebagai akibat dari pembelajaran yang sudah berlangsung lama, atau proses penyuluhan yang juga telah berlangsung lama. Akibatnya kesalahan tersebut menjadi kesalahan umum dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Itulah sebabnya jika melalui tulisan ini saya tanyakan Apakah arti kata IKA dalam kalimat BHINNEKA TUNGGAL IKA? Maka yang menjawab SATU mungkin akan mencapai 75%. Jadi sebagian besar jawaban adalah SALAH, karena jawaban yang benar adalah ITU. Lalu, kata mana yang artinya SATU? Kata yang artinya SATU adalah TUNGGAL.
Hal tersebut dapat kita maklumi, karena kalimat semboyan BHINNEKA TUNGGAL IKA berasal dari Bahasa Sansekerta, dan terdapat satu kata yang digabung, yakni BHINNEKA berasak dari kata BHINNA IKA. Kalimat berikutnya tetap, yakni TUNGGAL IKA. Jadi lengkapnya kalimat BHINNEKA TUNGGAL IKA berasal dari kata BHINNA artinya BERBEDA dan IKA artinya ITU, serta TUNGGAL artinya SATU, dan IKA artinya ITU.
Dengan demikian, kata BHINNEKA artinya BERBEDA ITU. TUNGGAL IKA artinya SATU ITU.
Buku yang dikoreksi
Buku yang dikoreksi secara terbuka tersebut dapai dijelaskan sebagai berikut:
1 | Judul buku | : | Mengobarkan Kembali Api Pancasila |
2 | Pengarang | : | Sayidiman Suryohadiprodjo |
Lulusan Akademi Militer Ri di Yogyakarta, 1948. Memulai karier sebagai Komandan Peleton di Devidi Siliwangi. Sebagai salah seorang prajurit TNI AD paling senior, ia sempat ikut terlibat dalam perang kemerdekaan (1945 – 1949) dan berbagai operasi penumpasan pemberontakan, termasuk pemberontakan Darul Islam, PRRI Permesta, dan Gestapu PKI. Pada 1974, Sayidiman menjadi Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) sebelum diangat menjadi Duta Besar RI di Jepang pada 1979. Sejak tahun 2012 sampai sekarang ia menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Legiun Veteran RI. | |||
3 | Penerbit | : | Penerbit Kompas
Jalan Palmerah Selatan 26 -28 Jakarta 10270 E-mail: buku@kompas.com. |
4 | Tahun terbit | : | 2014 |
5 | ISBN | : | 978-709-709-870-4 |
Buku tersebut menarik perhatian saya, berjudul “Mengobarkan Kembali Api Pancasila.” Sebagai perkenalan, saya adalah guru SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sejak tahun 1974, dan kemudian dipindahkan ke Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, nama sebelum diubah menjadai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perkenalan lebih lanjut, mohon dapat membuka laman pribadi www.suparlan.com dan portal MASDIK.com.
Sebagai koreksi terhadap buku tersebut, tulisan pendek ini perkenankan saya mengutip satu paragraf yang mengandung kesalahan substansial yang harus direvisi. Mungkin saja, kesalahannya bukan secara sengaja dari penulis, tetapi mungkin saja dari pembantu penulisnya atau mungkin pula dari percetakan. Saya tidak hendak menyalahkan penulisnya karena nama besar penulis, yang tulisannya saya baca di berbagai media massa. Paragraf tersebut terlulis dalam bab berjudul Pluraisme Sebagai Kekayaan Bangsa, pada halaman 179 – 184. Tepatnya tertulis pada halaman 181 sebagai berikut:
Namun, Republik Indonesia kemudian membuat kelalaian dalam perjuangannya. Kelalaian pertama adalah ketika para pemimpinnya terlalu mengutamakan Ika dan mengabaikan Bhinneka. Sikap itu menghasilkan sentralisme yang mengutamakan kepentingan pemerintah pusat dan mengabaikan pluralism daerah. Hal ini telah menimbulkan banyak persoalan dan merugikan bagi RI. Di masa depan hal demikian tak boleh terulang karena akan memperkuat usaha pihak-pihak yang hendak mengakhiri riwayat NKRI.
Kesalahan tersebut bersifat substansial, yakni kesalahan memberi makna IKA sebagai SATU. Padahal seharusnya IKA itu artinya ITU, karena yang maknanya SATU itu adalah TUNGGAL. Bhinneka Tunggal Ika secara etimologis berasal dari kata BHINNA dan IKA = pecah atau berbeda dan ITU. TUNGGAL = SATU dan IKA = ITU. Perlu diketahui, bahwa kata IKA artinya ITU, yang dalam Bahasa Jawa artinya IKU. Secara lengkap, kalimat BHINNEKA TUNGGAL IKA artinya PECAH atau BERBEDA ITU, SATU ITU. Kesalahan itu mungkin karena dikira dalam Bahasa Jawa EKA memang artinya SATU. Sedangkan kalimat BHINNEKA TUNGGAL IKA berasal dari Bahasa Sansekerta. BHINNEKA berasal dari kata BHINNA artinya BERBEDA dan IKA artinya ITU (sekali lagi BUKAN EKA). TUNGGAl IKA artinya SATU ITU.
Demikianlah, mohon perkenan untuk ditelaah kembali, dan saya berharap kesalahan tersebut dapat didiskusikan lebih lanjut, baik secara langsung maupun melalui media sosial yang ada. Dalam hal ini, kepada penulis dan Penerbit Kompas, saya mohon dapat melakukan diskusi lebih lanjut untuk meluruskan kesalahan tersebut. Saya merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk melakukan koreksi terhadap kesalahan tersebut, karena saya mantan guru SD, SMP, dan SPG, dan sekarang menjadi dosen universitas. Untuk lebih mengetahui lebih lanjut latar belakang saya, silahkan membuka laman dan surel pribadi saya. Atas perhatian Anda, saya mengucapkan terima kasih. Atas perhatian penulis dan penerbit, saya mohon dapat segera melakukan komunikasi melalui laman pribadi dan surel ini.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com; Portal: MASDIK.COM.
Depok, 30 Agustus 2016.