Semua orang tahu, rendang adalah kuliner khas Padang yang terbuat dari daging. Namun, tiga siswa SMAN 1 Lamongan ini berhasil membuat inovasi baru. Mereka mengolah rendang berbahan hati pisang.
B. FEBRIANTO, Lamongan
SEJUMLAH pohon pisang tumbuh di rumah Fairly Zuhadatul Aysi, siswi kelas XII IPS 3 SMAN 1 Lamongan, Kecamatan Sekaran. Setelah buahnya diambil, batangnya dibuang begitu saja di halaman belakang rumah.
Tidak termanfaatkannya pohon pisang itu menarik perhatian Fairly bersama dua teman sekelasnya, Lailatus Sholikhah dan Elsa Indah Kumala Sari. Apalagi mereka baru saja mendapatkan tantangan dari pembina ekstrakurikuler entrepreneur camp-nya untuk membuat produk dari barang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat.
"Kami kemudian berburu literatur di internet dan perpustakaan tentang pohon pisang. Buahnya sudah pasti bisa dimanfaatkan. Lalu, kami tertarik dengan hati pisang,'' ujar Fairly.
Berdasar literatur yang dibacanya, hati pisang susah dimasak. Fairly bersama Lailatus dan Elsa lalu memutuskan membuat makanan dari hati pisang.
"Masalah muncul lagi ketika harus menentukan jenis makanan apa yang akan kami buat dari hati pisang,'' ungkapnya.
Mereka kemudian sepakat memilih jenis makanan yang bahan bakunya kurang sehat diganti dengan bahan baku dari hati pisang. Dengan demikian, makanan tersebut menjadi lebih sehat.
"Kami tertarik dengan rendang yang merupakan makanan khas Indonesia yang telah diakui dunia kelezatannya. Hanya, rendang yang biasa dibuat dari daging mengandung kolesterol tinggi. Dengan demikian, kami terinspirasi mengganti daging dengan hati pisang dari bahan tumbuhan yang tentu rendah kolesterol,'' jelasnya.
Setelah diramu dengan bumbu, ternyata rasa rendang hati pisang tidak beda jauh dengan rendang yang dibuat dari daging. Kesimpulan itu didapat setelah menguji rasa rendang ke teman-teman mereka.
"Tentu kami sangat gembira dan menguji pemasaran lewat online. Ternyata responsnya cukup bagus. Hanya, karena kami harus berkonsentrasi sekolah, produksinya belum bisa optimal. Suatu saat kami ingin memproduksinya secara massal,'' ujar Fairly. (*/yan/c5/diq/flo/jpnn)
Selengkapnya: www.jpnn.com