Dari Piket Kebersihan Sampai Dengan Kebun Sekolah

0
1403

Oleh: Suparlan *)                                          

PENGANTAR

Pada tanggal 4 November 2016, Mendikbud Muhadjir Effendie, melalui Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Hamid Muhammad, mengingatkan kepada semua sekolah agar menghidupkan kembali kegiatan piket kebersihan sekolah. Tergagap kita dibuatnya. Sudah kita lupakankah kegiatan itu di sekolah kita? Apakah saat ini kita telah terpaku kepada urusan formal kurikulum dengan sejumlah mata pelajaran yang harus dilahap setiap hari oleh anak-anak bangsa ini? Tidak seluruhnya demikian. Mendikbud mengingatkan kembali terhadap salah satu dari BUDAYA SEKOLAH itu. Sekali legi, Mendikbud mengingatkan kembali tentang HIDDEN CURRICULUM tersebut.

Engkoswara (alm), pakar kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia Bandung mengingatkan bahwa FORMAL CURRICULUM berupa sejumlah mata pelajaran (sigma mata pelajaran) memang penting untuk dikuasai oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Tapi, tidak kalah pentingnya adalah  HIDDEN CURRICULUM refers to the unwritten, unofficial, and often unintended lessons juga tidak kalah penting, antara lain DAFTAR PIKET KEBERSIHAN sekolah, dan banyak nilai yang harus ditumbuhkan untuk peserta didik. Siswa atau peserta didik adalah lebih penting dibandingkan dengan mata pelajaran yang harus ditransfer kepadanya.  

Sudah barang tentu peringatan Mendikbud tersebut tidak boleh hanya bertepuk sebelah tangan. Semua pemangku kepentingan pendidikan di sekolah harus menyambut peringatan Mendikbud tersebut. Tuannya adalah agar peserta didik dapat mencintai kebersihan, karena kebersihan adalah sebagian dari Iman. Dari sembilan puluh sembilan cabang-cabang iman. Cabang yang paling ujung adalah membuang sepotong duri agar pejalan kaki tidak sampai tertusuk duri. Itulah makna pesan Mendikbud untuk menumbuhkan budaya sekolah, seperti budaya kebersihan,melalui piket kebersihan kelas atau sekolah. Itulah yang dipesankan oleh Mendikbud Muhadjir Effendie melalui Dirjen Hamid Muhammad kepada semua sekolah.

Pesan Mendikbud tersebut merupakan bagian kecil dari upaya untuk menumbuhkan budaya kebersihan kepada semua anak bangsa. Cukupkah? Dalam pelaksanaannya, kegiatan seperti memang bukan sebagai kegiatan ekstrakurikuler, apalagi intrakurikuler. Kegiatan itu tidak termasuk kurikuler, tapi diyakini sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.

HIDDEN CURRICULUM

Kurikulum tersembunyi atau HIDDEN CURRICULUM sebenarnya bukanlah termasuk macam-macam kurikulum yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk memperjelas pemahaman kita tentang apa sebenarnya dengan Kurikulum Tersembunyi, kutipan berikut ini dapat kita pelajari secara lebih mendalam, sebagai berikut:

  • Hiddencurriculum refers to the unwritten, unofficial, and often unintended lessons, values. Kurikulum tersembunyi merujuk kepada nilai-nilai yang tidak tertulis, tidak resmi, dan sering tidak diharapkan. Misalnya datang tepat waktu, menghormati orang tua, kerajinan, jujur, dsb.
  • While the “formal” curriculum consists of the courses, lessons, and learning activities students participate in, as well as the knowledge and skills educators intentionally teach to students. Sementara “kurikulum resmi” terdiri atas mata pelajaran, pelajaran-pelajaran, dan kegiatan pembelajaran yang diikuti oleh siswa, dengan jadwal kegiatan yang telah ditentukan, juga pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang secara intensional diajarkan kepada siswa.
  • The hidden-curriculum concept is based on the recognition that students absorb lessons in school that may or may not be part of the formal course of study – for example, how they should interact with peers, teachers, and other adults; how they should perceive different races, groups, or classes of people; or what ideas and behaviors are considered acceptable or unacceptable. Konsep kurikulum tersembunyi berbasis pada pemahaman siswa menyerap pelajaran di sekolah yang dapat atau tidak dapat menjadi bagian dari pelajaran resmi yang dipelajari – contoh, bagaimana berinteraksi secara teman, guru, orang dewasa, dan lainnya; bagaimana mereka harus menerima perbedaan berbagai ras, atau perbedaan kelas manusia dalam masyarakat; atau apakah gagasannya dan perilaku yang dapat diterima atau tidak diterima.

Jadi, kurikulum tersembunyi bukan mata pelajaran atau bukan “kurikulum formal” dan bahkan sebagai nilai-nilai yang tidak tertulis secara formal. Pembentukan Kelompok Kerja Kebersihan Kelas atau sekolah, yang sejak lama telah dilaksanakan di sekolah, tapi pada akhir-akhir ini dirasakan sudah mulai dilupakan. Kebiasaan lama tersebut termasuk nilai-nilai yang boleh jadi mulai kita lupakan. Padahal nilai-nilai tersebut sudah tertulis dalam visi dan misi sekolah. Lagi pula kurikulum tersembunyi tersebut dinilai mempunyai pengaruh yang besar untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang kita harapkan. Mengingat kondisi seperti inilah maka Mendikbud melalui Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengingatkan kembali tentang pentingnya Pembentukan Kelompok Kerja Kebersihan Kelas atau Sekolah dapat dihidupkan kembali.

KEBUN SEKOLAH

Ketika Mendikbud mengingatkan pentingnya Piket Kebersihan Kelas atau Sekolah, saya jadi teringat kepada Pak Paniran yang telah mengajak para siswa kelas IV SD Tawing I Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek untuk membuat KEBUN SEKOLAH di sebidang tanah yang tidak digarap oleh pemiliknya. Kegiatan membuat kebun sekolah inilah yang boleh jadi membiasakan kepada penulis untuk menyintai alam, termasuk tanam-tanaman sampai saat ini. Boleh jadi kebiasaan inilah yang diharapkan dapat meningkatkan semangat peserta didik untuk menyintai dunia pertanian yang sekarang ini mulai luntur di kalangan remaja. Padahal negeri ini adalah negeri agraris yang justru menjadi negara pengimpor banyak hasil pertanian, bukan pengekspor. Bahkan harap maklum, lulusan pendidikan tinggi setingkat IPB justru tidak mengetahui apa itu “bekatul,” yakni bahan makanan yang memiliki kandungan bahan makanan yang sangat menyehatkan. Pada waktu diperkenalkan KEBUN SEKOLAH itulah, justru penulis baru mengetahui bahwa menanam kacang tanah harus dilaksanakan dengan belarik-larik, dan satu lubang tempat menanam kacang tanah tersebut hanya akan ditanami hanya dengan satu biji kacang tanah tersebut. Ketika itu, Pak Paniran meminta kepada para siswanya untuk membawa pupuk kandang yang akan digunakan untuk menyuburkan tanah tempat menanam kacang tanah tersebut. Dengan cara inilah anak-anak bangsa akan dikembalikan kepada habitatnya agar menyintai tanah airnya, dan menyintai produk-produk yang dihasilkannya. Sebagai contoh dan perbandingan, para siswa kelas V SD di Brazilia justru mempunyai kewajiban dapat memetik buah kopi sebelum mereka menamatkan sekolah SD. Itulah keterampingan yang ditumbuhkan di negara Brazilia. Bagaimana dengan Indonesia?

MENUMBUHKAN BUDAYA SEKOLAH

Menumbuhkan budaya antri, budaya berlalu lintas, membuang sampah pada tempatnya, budaya kebersihan merupakan masalah besar di negeri ini. Penggunaan jembatan penyeberangan adalah sebagai contoh kongkrit yang terjadi di depan mata, misalnya di daerah Lenteng Agung. Pagar pembatas agar penggguna jalan menjadi aman ternyata justru dirusak masyarakat pengguna jalan agar pejalan kaki tersebut dapat menerabas. Kondisi ini menunjukkan budaya antri tidak ditaati dengan sepenuh hati dengan disiplin hidup. Ketika menjadi kepala sekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur Malaysia, saya mengagumi anak-anak Malaysia yang dengan tertib. Bukan hanya budaya antri, budaya membuang sampah pada tempatnya, budaya 3S ala Aa Gym, GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang telah diluncurkan oleh Mendikbud Anies Baswedan, dan masih banyak lagi budaya sekolah yang harus ditumbuhsuburkan di kalangan peserta didik, kita semua para pemangku kepentingan pendidikan harus ikut terlibat dalam menerapkannya dalam dunia pendidikan.

Sebelum judul tulisan ini, penulis telah memaparkan tulisan tentang tujuh pilar sekolah efektif lengkap dengan enam puluh tiga indikator pilar-pilar tersebut. Sebenarnya kita telah memiliki konsepnya, sekolah efektif atau sekolah yang berhasil itu seperti apa. Yang belum adalah menerapkannya. Melaksanakannya secara bersama-sama, secara kolaboratif. Tripusat pendidikan harus terlibat dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Walhasil, semua pemangku kepentingan pendidikan di semua sekolah tersebut, adalah dimensi mutu pendidikan yang menentukan kualitas dan efektivitas sekolah tersebut. Jika Anda adalah kepala sekolah, atau Anda adalah guru di sekolah itu, maka Anda bukanlah seorang superman yang akan bekerja sendiri untuk meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik di sekolah tersebut, maka you are not a to be a superman in the school, but you have to make a super team for the effective  school.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Portal: MASDIK.com.

Depok, 15 November 2016.

 

 

 

 

 

 

 

 

Nama mahasiswa        : ……………………………………………………………………….

NPM                           : ………………………………………………….

 

Pertanyaan:

 

  1. Siapa pun Anda sebenarnya adalah pemangku kepentingan pendidikan di sekolah. Anda punya kepentingan dengan lembaga pendidikan yang bernama sekolah. Tulis barang satu paragraf respon Anda terhadap peringatan Mendikbud tersebut!
  2. Tentunya, Anda pernah menjadi siswa di SD atau SMP atau bahkan SMA. Tulis barang satu paragraf kesan positif atau bahkan negatif terhadap pengalaman Anda bersekolah di salah satu sekolah tersebut!
  3. Dalam tulisan ini, mudah-mudahan Anda sedikit memahami apa yang dimaksud KURIKULUM dan HIDDEN CURRICULUM. Dapatkah Anda menjelaskan perbedaannya?
  4. Menurut Benjamin S. Bloom, ada tiga macam tujuan pendidikan. Sebutkan!
  5. Dalam kehidupan kita, sesungguhnya manakah yang paling berpengaruh, KURIKULU atau HIDDEN CURRICULUM? Beri contoh!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.