Guru Adalah Ibu Semua Profesi

2
3787

Oleh:  Suparlan *)

Dosen FKIP Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan

Pendahuluan. Ibu adalah ibu. Tidak ada yang bisa menggantikan perannya. Oleh karena itu surga ada di telapak kakinya. Itu sebagai makna yang sebenarnya. Makna denotatif. Tapi sebagai makna konotatif, gurulah yang dapat kita sebut sebagai guru semua profesi. Semua profesi dilahirkan dari guru. Profesi apa yang tidak dilahirkan oleh guru? Seorang pilot pesawat terbang dilahirkan oleh guru. Seorang politikus terkenal dilahirkan olehnya. Bahkan seorang presiden dilahirkan oleh guru. Oleh karena itu, memang benar jika kita mengatakan bahwa tidak ada mantan guru. Guru tidak pernah menjadi mantan. Tidak tahu apakah presiden Joko Widodo pada hari guru saat ini mengundang para gurunya ke istana presiden untuk menjamu para gurunya?

Hari ini para guru memperingati hari kelahirannya. Organisasi para guru di negeri ini seharusnya berusaha untuk mengenang kembali jasa-jasa “ibu semua profesi” tersebut, meski para guru itu sendiri tidak akan pernah meminta balas jasa karena statusnya sebagai “ibu semua profesi” itu sendiri. Cukuplah apabila kita berterima kasih kepadanya. Terima kasih guruku.

Pembimbing, pendidik, pengajar. Ilmu pendidikan dikenal sebagai pedagogi, yang secara etimologis artinya berasal dari kata dalam bahasa latin “paes” yang artinya anak, dan “agogos” artinya membimbing. Jadi ilmu pendidikan atau pedagogi artinya membimbing anak. Tugas guru yang paling utama adalah membimbing anak. Sama dengan ibu dan ayah dari anak itu sendiri yang membimbingnya sejak lahir sampai menjadi dewasa. Ibulah sebabnya ibu dan ayah menjadi guru yang pertama dan utama, dan guru sendiri adalah mewakili orang tua sebagai ibu dan ayah kedua di sekolah. Setelah tugas utama ini, guru memiliki tugas berikutnya, yakni mengajar, yang sifatnya lebih sebagai menstranfer ilmu pengetahuan, menumbuhkan budi pekerti, dan meningkatkan keterampilan. Itulah tiga tujuan pendidikan nasional sesuai dengan konsep benjamin s. Bloom yang terkenal itu, yang disebut dengan tiga ranah pendidikan, yakni (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, dan (3) ranah psikomotor. Guru harus memahami bahwa ketiga ranah tujuan pendidikan itu sesungguhnya adalah sebagai penjabaran dari konsep mencerdaskan kecerdasan kehidupan bangsa, yakni hasil karya para pendiri nkri. Kita diingatkan bahwa tujuan pendidikan harus selaras dengan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan uud 1945 tersebut. Cerdas bukan hanya dalam kognitifnya atau otaknya saja, tetapi juga hatinya, dan bahkan juga badan atau raganya. Untuk memudahkan, dibuatkan akronim yang dikenal dengan 3 h, yakni head, heart, dan hand. Bapak pendidikan nasional juga memberikan penekanan kepada ketiga ranah pendidikan tersebut. Meskipun sampai saat ini, pendidikan kita memang masih berat sebelah, karena masih menekankan kecerdasan otak, dan kurang memperhatikan kecerdasan hati dan raga. Padahal pembangunan bangsa ini adalah untuk membangun jiwa dan raga. Peringatan hari guru ini sebenarnya adalah untuk mengingatkan kembali tentang tugas besar sebagai guru yang menjadi ibu semua profesi.

Tugas besar mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejak awal masuk sekolah, para guru sudah harus menyadari bahwa tugas besarnya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Makna mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut sekali lagi bukanlah hanya otaknya, tapi juga hatinya, dan raga-nya. Makna inilah yang perlu diluruskan agar pendidikan bukan hanya menekankan kepada aspek otak atau intelektual saja, tetapi juga aspek hati dan raga-nya. Penemu konsep kecerdasan majemuk (multiple intelligence) juga memiliki pemahaman yang sama dengan konsep mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilahirkan oleh para pendiri nkri, termasuk bapak pendidikan nasional. Kecerdasan majemuk menurut howard gardner meliputi: (1) kecerdasan spatial, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan interpersonal (komunikasi), (4) kecerdasan musik, (5) kecerdasan naturalis, (6) kecerdasan badan (bodily kinestetik), (7) kecerdasan intrapersonal, (8) kecerdasan logikal matematik, dan (8) kecerdasan spiritual. Teori yang lain menjelaskan bahwa berdasarkan kemampuan otaknya, dapat dibedakan dengan kecerdasan otak kiri, yang lebih memiliki potensi otak kiri (matematik) dan potensi otak kanan (non-matematik). Sejak masuk sekolah, para guru perlu mulai memahami potensi kecerdasan anak-anak untuk dapat membimbing, mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Para guru perlu memperluas pengetahuan tentang teori dan praktik dalam melaksanakan tugas-tugas besar sebagai guru tersebut.

Mendidik pada abad XXI. Setiap abad atau era, para guru mengadapi kondisi dan masalah yang berbeda-beda. Abad xxi dikenal sebagai era teknologi informasi dan komunikasi (tik). Dalam era ini, guru dan peserta didik harus lebih banyak menggunakan kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu bertanya menjadi alat untuk mengembangkan belajar. Semua bentuk pertanyaan, baik pertanyaan pada tingkat rendah sampai pertanyaan tingkat tinggi (hots = higher order thinking skills), terutama pertanyaa mengapa (why) dan bagaimana (how) harus dapat dikembangkan sebagai alat belajar secara optimal. Dalam era ini, paradigma pembelajaran akan lebih berpusat kepada siswa (student centered). Guru tidak menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Sebaliknya teknologi informasi menjadi sumber informasi yang cepat saji. Peserta didik didorong untuk dapat memiliki kompetensi untuk mencari dan menemupkan sumber informasi secara baik dan benar. Dengan demikian, para guru harus lebih menekankan kepada tugas sebagai fasilitator, bukan hanya sebagai pembimbing, pendidik, pengajar. Menjadi pelatih dan fasilitator lebih menekankan kapada aspek kemandirian dan tanggung jawab kepada peserta didik. Oleh karena itu orang bijak membedakan empat macam guru. “The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates.the great teacher inspires (William Arthur Ward). Guru-guru biasa mengatakan, guru yang baik menjelaskan. Guru yang superior memberikan inspirasi. Tapi lebih jauh lagi, bahkan “Semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru, dan semua buku adalah ilmu.”

Orang bijak yang lain menambahkan bahwa “a teacher who is attempting to teach without inspiring the pupil with an inspiring the pupil with a desire to learn is hammering on cold iron.” (Seorang guru yang mencoba mengajar tanpa menginspirasi muridnya ibarat menempa besi yang dingin (Horace Mann). Tapi yang lebih hebat lagi Ho Chi Mienh menambahkan bahwa “No teacher, no education; No education, no social-economic development.” Para guru harus hati-hati dan ingat, karena “Akar pendidikan itu pahit, tapi buahnya manis” atau “The root of education is bitter, but the fruit is sweet,” Semua itu harus berdasarkan konsep warisan Ki Hajar Dewantara “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.”

Laman: www.suparlan.com; E-mail: me@suparlan.com; Portal: masdik.com;

Depok, 25 November 2016.

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.