PACITAN – Hasil rekapitulasi akhir dari Dinas Pendidikan Pacitan, Jawa Timur diketahui masih banyak bangku kosong di beberapa sekolah. Ada 212 kursi kosong untuk jenjang SMA dan 395 kursi untuk SMK.
Kebijakan Dinas Pendidikan Pacitan mengurangi daya tampung dari pagu yang direncanakan untuk penerimaan siswa baru tingkat SMA/SMK, tampaknya, tak banyak berpengaruh.
Kasi Pengelolaan Pendidikan SMP dan SMA Dinas Pendidikan Pacitan Yuni Susi Hartati menyatakan, hanya SMAN 1 Pacitan dan SMKN Ngadirojo yang pagunya terpenuhi hingga validasi akhir. Sementara itu, sekolah lain masih mengalami krisis siswa.
"Kondisi itu disebabkan jumlah lulusan SMP tahun ini lebih sedikit dibanding tahun lalu. Jadi, bukan karena banyaknya lulusan SMP yang putus sekolah,'' kata Yuni.
Yuni menyebutkan, total lulusan SMP hanya 7.474 siswa pada tahun ini. Sementara itu, tahun lalu lulusan SMP mencapai 7.803 siswa. Artinya, ada selisih 329 siswa. Rencana pagu yang telah ditetapkan untuk SMA dan SMK negeri adalah 4.955 siswa.
"Sisanya, ada yang mendaftar di sekolah swasta dan di luar daerah. Misalnya, anak-anak yang tinggal di wilayah perbatasan. Mereka lebih memilih melanjutkan sekolah di Ponorogo, Trenggalek, dan Wonogiri karena pertimbangan jarak tempuh,'' jelasnya.
Meski demikan, Yuni mengungkapkan, bangku kosong tersebut masih bisa terisi apabila ada siswa dari luar daerah yang mutasi belajar. Hanya, mutasi tidak bisa dilakukan pada semester pertama, tetapi pada semester selanjutnya. Sebab, sesuai aturan, siswa yang mutasi mesti memiliki rapor lebih dahulu.
"Berbeda kalau kasus khusus. Misalnya, ikut pindah orang tua kerja. Tapi, sebelumnya harus melampirkan rekomendasi dari dinas pendidikan dan keterangan perpindahan atau mutasi belajar,'' ujarnya.
Meskipun masih terjadi defisit siswa di beberapa sekolah, pihaknya mengaku tidak akan melakukan regroup. Mengingat, jumlah SMA/SMK di Pacitan saat ini sangat terbatas.
Yuni menjelaskan, kekurangan siswa di beberapa sekolah itu tidak bakal memengaruhi penerimaan sertifikasi guru. Asalkan, sekolah yang bersangkutan tidak membuka kelas paralel untuk menampung siswa.
Contohnya, kasus SMA Muhammadiyah Pacitan. Sekolah tersebut tidak membuka kelas paralel meskipun jumlah siswa baru yang diterima tahun ini hanya 36 anak. Para guru masih berhak menerima tunjangan sertifikasi.
"Beda kasusnya jika sekolah membuka kelas paralel. Siswa per kelas minimal 20 anak,'' ujarnya.
Yuni menjelaskan, pada tahun pelajaran baru ini, sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 bagi siswa kelas X juga bertambah. Yakni, SMAN Tegalombo dan SMAN 1 Ngadirojo. (her/c5/ai/flo/jpnn)
Selengkapnya: www.jpnn.com