Tujuh Arah Kebijakan Sektor Pendidikan Tahun 2017

1
2668

Oleh: Suparlan *) 

Nah, inilah sebenarnya langkah awal (the first step) Mendikbud baru yang harus dimulai dan harus dicermati dengan seksama oleh seluruh insan pendidikan di negeri ini. Bukan yang kemarin yang sempat membuat ramai, yakni FDS (full day school). Boleh jadi, itu menjadi prakata. Tapi saya jadi miris mengikuti komentar dan tanggapan dari berbagai pihak. Seharusnya berbagai pihak itu diwadahi oleh lembaga ad hock, yang sebenarnya berfungsi sebagai pendamping atau mitra kerja dari masyarakat, yang nama dan fungsinya tertuang secara resmi dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tanggapan dari banyak pihak tentang wacana tersebut sama sekali bukan dari representasi masyarakat tersebut. Saya tidak tahu persis, apakah Mendikbud yang baru telah memahami dan mendalami Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut. Seharusnya sudah. Tapi kalau pun belum, jajarannya sebenarnya telah harus menyampaikannya sejak awal kehadirannya menginjakkan kaki di Kemendikbud ini. Yang memperoleh tanggapan dari berbagai pihak tersebut, sekali lagi adalah masih menjadi wacana. Tujuh arah kebijakan sektor pendidikan inilah yang pertama kali harus disampaikan kepada anak-anak bangsa di negeri ini. Insyaallah MASDIK.COM akan mengikuti pelaksanaan arah kebijakan tersebut.

Mendikbud

Tujuh arah kebijakan 2017

Tujuh arah kebijakan 2027 tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:

Satu: Peningkatan kualitas pembelajaran di semua jenjang dan jalur pendidikan, baik sekolah negeri maupun swasta, dengan kesenjangan kualitas yang semakin kecil.

Arah kebijakan ini sangat tepat, karena menjadi kelanjutan dari program wajib belajar, sejak enam tahun dan sembilan tahun yang dinilai telah cukup berhasil. Hanya wajib belajar 12 tahun yang masih ketinggalan. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut, kita telah memiliki 12 P4TK di seluruh Indonesia, dan 34 (35) LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) yang berada di seluruh provinsi di tanah air. Kedua lembaga tersebut menunggu proses revitalisasi, termasuk menunggu peningkatan eselonnya dari eselon III ke eselon II, yang sebenarnya sudah digaungkan suaranya. Kegiatan Uji Kompetensi Guru (UKG) dan implikasinya harus menjadi bisnis khusus kedua lembaga tersebut. Program CPD (continuing professionalism development) harus menjadi kegiatan utama kedua lembaga tersebut. Tanpa program dan kegiatan tersebut, tak mungkin upaya penigkatan kualitas pembelajaran dapat dicapai. Sudah barang tentu harus didukung oleh semua unsur eksekutif mulai dengan dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi sampai dengan di tingkat pusat.

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015 yang diikuti oleh 2.670.776 guru yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai berikut:

No. Kompetensi Rata-rata Nilai
1 Pedagogi (pengelolaan dan strategi pembelajaran) 48,94
2 Profesional 54,77
3 Kompetensi keseluruhan 53,02

Sumber: Kompas, 31 Desember 2015.

Hasil uji kompetensi pedagogi dan kompetensi profesionl ternyata rendah. Target nilai rata-rata yang diharapkan hanyalah 55 saja. Namun target itu hanya dicapai dengan rerata 53,02. Beruntung untuk DI Yogyakarta, karena dapat menjadi rerata 56,91. Sementara untuk provinsi Maluku hanya dapat mencapai nilai 43,33. Itulah hasil yang diperoleh dari Uji Kompetensi Guru (UKG). Sebagian besar guru di Indonesia hanya dapat meraih nilai 41 – 50 dan 51- 60 saja.

Dua: Pemberian perhatian lebih besar pada daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).

NKRI berdiri sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Negeri ini mencapai kemerdeikaan lebih dulu satu bulan dibandingkan dengan Vietnam. Saat ini Vietnam melejit pada posisi ke-12 di dunia. Memang Indonesia secara kuantitatif tidak dapat dibandingkan begitu saja dengan Vietnam. Indonesia menduduki jumlah penduduk ke lima di dunia setelah (1) RRC, (2) India, (3) Rusia (sebelum pecah menjadi beberapa negara), (4) Amerika Serikat, dan (5) Indonesia. Dari segi jumlah pengguna lingua franca, Indonesia menduduki peringat ketujuh sebagai bahasa PBB, yang dapat disingkat MISPARI, yakni (1) Mandarin, (2) Inggris, (3) Spanyol, (4) Prancis, (5), Arab, (6) Rusia, dan (7) Indonesia. Dari luas negaranya, Indonesia menduduki urutan ketujuh setelah 1) Rusia, 2) Kanada, 3) Amerika Serikat, 4) Republik Rakyat Cina (RRC), 5) Brasil, 6) Australia, dan 7) Indonesia.

Singkat kata, Indonesia merupakan negara yang besar di dunia, yang karena itu, zaman keemasan Majapahit Indonesia memang dilahirkan dengan segala bentuk kemajemukannya. Kemajemukan tersebut telah diatur dan tertuang dalam Lambang Negara Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Oleh para pendiri republik (the founding fathers), semboyan dalam lambang negara tersebut dipetik dari buku Kakawin Sutasoma karya Empu Prapanca, yang hidup pada zaman Kerajaan Majapahit. Semboyan ini dinilai sangat selaras dengan ajaran Agama Islam yang dipeluk oleh umat Islam terbesar di Indonesia bahwa “perbedaan itu adalah rahmat Allah SWT.” Kemajemukan tersebut tercermin dalam keadaan tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Oleh karena itulah maka keadaan 3T itu wajar untuk memperoleh perhatian dari negeri ini, termasuk perhatian dalam bidang pendidikan.

Tiga: Memastikan masyarakat miskin dan kelompok marjinal lebih mudah mengakses layanan pendidikan dengan memerhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

Sebenarnya, perhatian terhadap daerah tertinggal, terluar, dan terdepan tersebut telah mencakup kelompok miskin, kelimpok marjinal, dan kesetaraan gender. Jika arah kebijakan ketiga tersebut sudah dapat dilaksanakan secara adil, sesungguhnya perhatian kepada kelompok-kelompol ini sudah dapat diatasi secara teoritis. Tapi secara praktik, pemerintah memang harus lebih jeli lagi melihat kenyataan, yang dalam program pendidikan di Amerika Setikat dikenal dengan No Child Left Behind (tidak ada anak yang tidak sekolah), terutama kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Program tersebut telah berhasil mendudukkan Barack Obama menjadi Presiden Amerika Serikat.

Empat: Keempat, memanfaatkan anggaran pembangunan pendidikan semaksimal mungkin dirasakan oleh masyarakat.

Arah kebijakan ini memang penting, karena memang masyarakatlah yang seharusnya menjadi sasaran pembangunan itu, termasuk pembangunan pendidikan. Saya jadi ingat terhadap seloroh orang-orang di pinggir jalan yang mengatakan bahwa “sektor pembangunan yang terpenting itu sebenarnya ada dua sektor saja.” Sektor apakah itu? Pertama adalah pendidikan. Yang kedua adalah jalan. Mengapa demikian? Jika sektor pendidikan sudah mencapai tujuan, bukankah sector lain, misalnya kesehatan, dan sektor lain lagi sudah tidak diperlukan lagi? Masyarakat sudah dapat menjaga kesehatannya! Sektor yang kedua adalah jalan. Bukankah kalau jalan di desa-desa sudah mulus, maka proses layanan ekonomi berupa barang dan jasa sudah dapat dilaksanakan dengan baik?

Lima: Memastikan keterlibatan publik secara maksimal.

Pemerintah dan masyarakat atau publik ibarat dapat diibaratkan sebagai suami dan istri, Keduanya harus bergandeng tangan dalam perencanaan, pelaksanaan program keluarganya. Itulah sebabnya, dominasi antara keduanya tidak boleh terjadi. Suami tidak boleh mendominasi pihak istri, demikian pula sebaliknya. Keduanya ibarat satu kesatuan mata uang.

Pemerintah memang menjadi pihak eksekutif (memiliki otoritas dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan pendidikan). Tapi masyarakat atau publik juga memiliki otoritas untuk mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan program pembangunan tersebut. Memang pemerintah memiliki aparat berupa badan pengawas, inspektorat, yang memiliki fungsi pengawasan fungsional, Namun dalam hal ini masyarakat atau publik juga harus dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.

Itulah sebabnya dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah harus membentuk lembaga ad hock pendidikan, yang dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kedua lembaga tersebut sesungguhnya merupakan amanat rakyat yang tertuang dalam Sistem Pendidikan Nasional.

Keenam:  Memperkuat tata kelola pembangunan pendidikan dan kebudayaan.

Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta, Indonesische Nijverheid School yang didirikan Moh. Syafei di Kayu Tanam, dan Normal School yang didirikan oleh Willem Iskander di Tano Bato, semua lembaga tersebut memahami bahwa pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Bagian, dari sistem nilai yang dihayati oleh manusia Indonesia. Pendidikan bertugas mengembangkan manusia menjadi pencipta nilai dan pemberi makna pada nilai-nilai tersebut.

Tujuh: pelaksanaan anggaran secara transparan serta akuntabel              

Ada tiga prinsip yan penting untuk melaksanaan program pembangunan pendidikan di mana pun, yakni ; (1) demokratis, artinya melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders), (2) transparansi, artinya dilaksanakan secara terbuka, dan (3) akuntabel, artinya dilaksanakan untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat, kepada pemilik sejatinya NKRI ini.

Akhirnya, diserahkan semuanya kepada Allah SWT, karena tidak ada skenario yang berada di luar ketentuan Allah. Amin.

Depok, 3 September 2016.

1 KOMENTAR

  1. Imbauan untuk Dewan Pendidikan Provinsi, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, termasuk Majelis Penddiikan di Provinsi Aceh, dan Komite Sekolah/Madrasah di sekolah-sekolah negeri swasta silakan Anda: (1) menyusun program prioritas tahun 2017, (2) susun kumpulan rekomendasi yang selama ini telah di sampaikan kepada instansi terkait. Salam Masyarakat Pendidikan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.