MALANG – Saat berkunjung ke Kantor Malang Post (Jawa Pos Group), Minggu (4/9), Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan gagasan hari Sabtu dan Minggu menjadi hari libur sekolah nasional.
Wacana tersebut mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak. Salah satunya Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Kota Malang, Dra. Zubaidah, MM.
Namun Zubaidah mewanti-wanti jika wacana tersebut diberlakukan, harus memperhatikan kebiasaan yang telah diterapkan di masing-masing daerah.
Selama ini, kata dia, hari Sabtu dimanfaatkan oleh guru untuk mengadakan rapat evaluasi dan koordinasi. Sedangkan oleh siswa, hari Sabtu dimanfaatkan untuk kegiatan ekstrakurikuler.
“Intinya kami (Dinas Pendidikan) menyambut baik apa yang menjadi wacana dan kebijakan menteri. Tinggal bagaimana penyesuaiannya saja, dengan kebijakan atau kebiasaan yang sudah diberlakukan di masing-masing daerah,” bebernya kepada Malang Post.
Muhadjir beralasan, libur hari Sabtu dan Minggu dapat memberi kesempatan kepada siswa yang ingin menikmati waktu berkumpul bersama keluarga.
Sekaligus juga menjadi ajang siswa mengembangkan bakat minat mereka dengan bergabung dalam organisasi.
Wacana soal libur hari Sabtu dan Minggu, kata Muhadjir, merupakan bagian dari rencana penerapan sekolah dengan pendidikan karakter.
Mantan rektor UMM itu menjelaskan, materi akan dimampatkan di hari Senin hingga Jumat, sehingga Sabtu dan Minggu bisa dimanfaatkan untuk aktivitas lain.
Bahkan juga bisa digunakan untuk refreshing keluarga, dengan memanfaatkan libur dua hari.
“Pendidikan karakter tidak membuat siswa belajar seharian. Ada jam untuk melaksanakan kegiatan menyenangkan, seperti pengembangan minat dan bakat, mengaji atau membaca buku fiksi,” terangnya.
Muhadjir menjelaskan, aktivitas menyenangkan itu tergantung dari konsep yang digagas masing-masing sekolah.
Zubaidah menjelaskan, Kota Malang sebenarnya tidak asing dengan konsep tersebut.
Selama ini sebagian besar sekolah memberlakukan jam belajar mengajar, semenjak pagi hingga sore hari.
“Ada beberapa sekolah yang pulang jam dua siang, ada juga yang jam lima sore,” terangnya.
Apabila wacana libur hari Sabtu dan Minggu mulai diberlakukan, maka sekolah perlu menggeser rapat koordinasi dan evaluasi, antara guru dan siswa di antara hari Senin hingga Jumat.
Hal yang sama juga berlaku untuk kegiatan ekstra kurikuler. “Bisa jadi disisipkan juga dengan aktivitas menyenangkan seperti yang disebutkan pak menteri,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 5 Kota Malang, Burhanuddin, M.Pd mengaku senang jika memang wacana tersebut akan diberlakukan menjadi kebijakan.
Ia mencontohkan di Kota Surabaya dan seluruh sekolah di DKI Jakarta sudah menerapkan hal tersebut.
“Kalau di sana bisa, kenapa kita tidak bisa? Toh kurikulumnya sama, metode pembelajarannya sama saja. Artinya, semua sekolah bisa lah menerapkan hal itu,” urainya.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) jenjang SMP Kota Malang itu menyebutkan, jika kebijakan itu berimbas pada full day school, ia merasa Kota Malang sudah siap melaksanakan hal tersebut.
“Misal di tempat saya saja, setiap hari anak-anak pulang jam setengah lima sore, setiap hari Senin sampai Jumat. Sedangkan Sabtu sampai jam setengah sebelas,” bebernya.
Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler, lanjut Burhan, selama ini sudah dimampatkan di hari Selasa, Rabu dan Sabtu.
Ia menyebutkan, banyaknya kegiatan ekstra di SMPN 5 tidak memungkinkan jika seluruhnya berlangsung di hari Sabtu.
Sementara rapat koordinasi dan evaluasi, selama ini dilangsungkan setiap hari Senin, selepas upacara dengan durasi maksimal 30 menit.
“Saya kira tidak akan ada masalah kalau benar menjadi kebijakan. Karena memang guru dan siswa perlu banyak waktu untuk keluarga, dua hari saja cukup untuk refresh beban pikiran mereka,” ucapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Ir. Budi Iswoyo juga mendukung penerapan libur nasional sesuai dengan wacana dari Mendikbud.
“Kalau itu merupakan suatu kebijakan dari kementerian, pastinya yang di daerah siap mengimplementasikannya,” ujar Budi kepada Malang Post, kemarin.
Hal yang sama disampaikan Kepala SMAN 1 Gondanglegi, Drs. Sulaiman M.Pd, yang mendukung wacana itu.
Kendati demikian, hal ini tentunya harus dikaji terlebih dahulu mekanismenya, sebelumnya disosialisasikan lalu diterapkan.
“Bila hal ini menjadi suatu kebijakan, maka harus didukung. Namun, pelaksanasnya harus disosalisasikan terlebih dahulu. Supaya para guru, murid dan orangtua tidak kaget,” tuturnya terpisah.
Lantaran selama ini, sambung dia, masyarakat masih terbiasa pola lama yakni Sabtu mengantarkan anaknya sekolah.
Begitupula dengan siswa dan guru, yang masih mengajar pada hari Sabtu.
“Selama kebijakan ini bermanfaat dan tidak merusak sistem pendidikan, tentunya harus didukung. Pastinya Bapak Mendikbud memiliki hasil analis maupun kajian mengenai manfaat full day school serta libur nasional Sabtu Minggu ini,” pungkasnya. (nia/big/han/sam/jpnn)
Selengkapnya: www.jpnn.com