Kebijakan Pendidikan Yang Akan Dikaji Ulang: Pembentukan Dewan Pendidikan Nasional

0
1768

Oleh: Suparlan *) 

Ada beberapa kebijakan pendidikan yang kini sedang dan akan dikaji ulang. Kebijakan yang sudah selesai dikaji ulang dan kini sudah mulai dilaksanakan adalah Pola Pendidikan Dasar Berbasis Karakter, dan (2) FDS (Full Day School). Demikian yang diterima media sosial termasuk portal MASDIK.COM. Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut sudah layak untuk dilaksanakan antara lain adalah tidak ada penolakan yang begitu tajam dari pemangku kepentingan pendidikan.

Keijakan demi kebijakan yang perlu dikaji ulang kini mulai muncul lagi. Tentunya diawali oleh pernyataan Mendikbud. Kemudian ditanggapi oleh masyarakat. Bahkan ditanggapi oleh beberapa pakar yang kompeten dalam bidangnya. Respon kebijakan pendidikan tersebut seharusnya segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan memberdayakan Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjat), yang tugasnya memang untuk meneliti kebijakan-kebijakan dalam bidang pendidikan agar kebijakan pendidikan yang akan dilaksanakan menjadi lebih mantap. Pemerintah memiliki pengalaman pahit dalam pelaksanaan kebijakan, misalnya kebijakan SBI (sekolah berstandar internasional) yang kemudian dibunuh oleh MK dengan alasan diskriminasi anggaran yang disediakan untuk sekolah yang orang tuanya kaya dan sebaliknya. Untuk meredam kemungkinan terjadi konflik, maka MK segera menghapuskan ketentuan tentang kebijakan SBI tersebut. Sebagian besar masyarakat merasa lega, tetapi sebagian yang lain menyayangkan, karena pertimbangan pendidikan di Indonesia memang harus ditingkatkan kualitasnya. Di samping itu, biaya untuk membentuk SBI tersebut bukanlah sedikit.

Dengan menggunakan pelajaran dari beberapa kebijakan pendidikan yang masih perlu dikaji ulang seperti UN yang masih penuh dengan pelbagai pertimbangan tersebut, tulisan ini akan membuka satu kebijakan pendidikan yang sudah menjadi amanat yang membeku selama 12 tahun mulai terbitnya Kepmendikna Nomor 044/U/2002 sampai akhir tahun 2016 ini. Kebijakan pendidikan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut dapat diibaratkan telah menjadi mati suri, antara hidup dan mati. Tulisan ini akan membahasnya dalam tulisan singkat (antara 600 – 700 kata), satu model tulisan yang kini cocok untuk dibaca dalam waktu kurang dari 15 menit dalam program GLS (Gerakan Literasi Sekolah).

PENTINGYA DPKS. Dalam konsep desentralisasi, diyakini bahwa urusan pendidikan tidak akan dapat dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, ibarat suami dan istri, pemerintah harus mau menggandeng masyarakat untuk bersama-sama mengurus pendidikan. Pemerintah dan masyarakat ibarat dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Konsep Ki Hajar Dewantara pun juga sama dengan Tripusat Pendidikannya. Apa yang diragukan dengan konsep Bapak Pendidikan Nasional ini? Pendidikan adalah urusan bersama antara PEMERINTAH, ORANGTUA, dan MASYARAKAT. Dalam hal ini Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah tertuang dalam Pasal 56 tentang SISDIKNAS. Dengan demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amant rakyat yang harus ditunaikan.  Untuk melaksanakan amanat tersebut, Pemerintah telah menerbitkan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Tapi kebijakan tersebut dirasakan kurang begitu mantap. Itulah sebabnya kebijakan tersebut harus dikaji ulang, bahkan masih perlu dibongkar pasang kembali. Inilah model kebijakan di negeri tercinta ini. Ya … memang tidak mengapa! Hal ini menunjukkan dinamika yang cukup tinggi.  Dinamika perubahan yang tinggi dapat menggambarkan rendahnya stabilitas kebijakan tersebut. Kalau tidak stabil, kapan kebijakan tersebut dilaksanakan? Kebijakan yang kini digagas Mendikbud Muhadjir Effendie adalah tentan Permen tentang Komite Sekolah. Tujuannya adalah agar pelaksanaan fungsinya menjadi lebih optimal.

ALTERNATIF PERTAMA PEMBENTUKAN DEWAN PENDIDIKAN. Sambil menunggu terbitnya Permen Komite Sekolah, penulis mengusulkan agar Pembentukan DPN dapat dihidupkan kembali. SK Panitia Pemilihan yang lama yang diterbitkan Mendikbud sebelumnya dapat dihidupkan lagi. Hasil proses pemilihan DPN dapat dikaji ulang dengan memilih 30 orang terbaik berdasarkan urutan hasil proses pemilihan sebelumnya untuk diajukan kepada Mendikbud agar dipilih dan ditetapkan sebagai DPN. Daftar urutan hasil pemilihan yang dihasilan atas bantuan Puslitjak (Pusat Penelitian Kebijakan) ini dapat dikaji ulang oleh Panlih (Panitia Pemilihan) yang baru.

ALTERNATIF KEDUA. Bubarkan Panlih yang lama, dan terbitkan Panlih yang baru, dan berdasarkan pengalaman Panlih sebelumnya, Panlih yang baru segera melaksanakan proses pemilihan sesuai dengan ketentuan yang ada dan berdasarkan pemikiran yang lebih rasional. Panlih yang lama memang harus mempertanggungjawabkan hasil kegiatannya.

ALTERNATIF KETIGA. Kita harus bersabar menunggu hasil Permen tentang Komite Sekolah dan Permen tentang Dewan Pendidikan. Pembentukan DPN akan diproses berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Permen tentang Dewan Pendidikan. Demikianlah, insyaallah amanat rakyat tersebut akan dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya, serta dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istikomah). Amin.

KAMUS KECIL

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Pasal 56 UU Nomor 20 Tahun 2003 Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah (1) Memberikan pertimbangan,

(2) dukungan,

(3) pengawasan, dan

(4) mediasi antara pemerintah dan masyarakat

PP Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan MPD Majelis Pendidikan Daerah (Provinsi dan Kab/Ko) Aceh

Sekretariat Majelis

 

*) Laman: www.suparlan.com; surel: me@suparlan.com; portal: MASDIK.COM.

Depok, 21 November 2016

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.