Pelaksanaan Kebijakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter)

0
2122

Oleh: Suparlan *) 

Educational reform is at the forefront. There is a common goal ”to make exellence in the schools a reality. But how do we achieve that goals? That is where views deverge.

(John D. McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction)

Masdik.com melaporkan tentang dialog Mendikbud dengan PGRI di Jakarta (8.9). Seharusnya memang demikian. Medikbud memang harus sering dialog dengan masyarakat. Bahkan harus nempel dengan masyarakat. Masdik.com mengumpamakan suami dengan istri. Suami itu ibarat birokrasi. Sedangkan istri sama dengan masyarakat. Birokrasi, dalam hal ini Kemdikbud harus minta pertimbangan kepada sang istri, atau masyarakat.

Fungsi atau peran serta masyararakat

Salah satu fungsi masyarakat antara lain adalah memberikan pertimbangan (advisory agency). Selain itu, fungsi masyarakat adalah juga melaksanakan kontrol (controlling agency). Baca Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 56 yang menjelaskan sebagai berikut: (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi PERENCANAAN, PENGAWASAN, DAN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.

Pelaksanaan kebijakan pendidikan, memang bukan menjadi ranah kegiatan masyarakat, karena merupakan ranah eksekutif. Dalam ketentuan tersebut, ranah fungsi atau peran serta masyarakat adalah PERENCANAAN, PENGAWASAN, DAN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN. Jadi sama sekali tidak menyinggung sama sekali tentang PELAKSANAAN. Masyarakat terbatas untuk memberikan pertimbangan. Dalam ranah PERENCANANAN, masyarakat ikut memberikan masukan. Sementara dalam PENGAWASAN, masyarakat harus melaksanakan, demikian juga dalam EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN. Semuanya sudah diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2010. Dalam hal ini PP tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pengawasan Masyarakat berbeda dengan pengawasan Fungsional

Pengawasan masyakat lebih bersifat pengawasan melekat. Hal demikian sama dengan pengawasan oleh sang istri kepada suaminya. Buka-buda dompet suami oleh istri boleh-boleh saja. Demikian pula yang dilakukan masyarakat kepada eksekutif. Jangan sampai terjadi devisit anggaran.

Oleh karena itu, pengawasan oleh inspektorat jenderal di kementerian masing-masih adalah bukan sebagai pengawasan melekat, tapi pengawasan fungsonal yang memiliku sanksi hukum, kalau perlu sanksi yang berat. Hal yang sama adalah pengawasan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh BPK (Badan Pengawasan Keuangan). Pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dan yudikatif memiliki sanksi yang lebih berat lagi. Pengawasan masyarakat atau pengawasan sosial tidak memiliki dampak hukum, tetapi memiliki dampak sosial, misalnya tidak akan dipilih lagi dalam proses pilkada.

Implementasi PKK secara bertahap

Masdik.com mencatatnya bahwa Mendikbud alam melaksanakan PKK secara bertahap sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas. Demikianlah penjelasan Mendikbud kepada PGRI di Jakarta (8/9). Tentu saja Masdik.com yang sudah barang tentu mengatasnamakan dirinya sebagai masyarakat pendidikan mendukung hal tersebut, dengan tujuan agar pelaksanaan PKK di satuan pendidikan tertentu akan menjadi contoh atau teladan dan bahkan inspirasi bagi satuan pendidikan lainnya. Seratus persen setuju. Tentu saja dengan cataran agar kebijakan pendidikan yang diluncurkan di masa depan harus harus berdasarkan kajian publik yang kuat. Dengan tujuan menimbulkan kesan “GANTI MENTERI GANTI KEBIJAKAN.” Kegagalan kebijakan sekolah unggulan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) dan RSBI (Rintisan Sekolah Bertahap International) harus menjadi pelajaran berharaga (hibrah) yang sangat berharga. Untuk ini, PGRI tidak boleh asal mendukung saja. Untuk ini, Kemdikbud juga harus melibatkan organisasi guru yang lain. Bukankah semua itu juga termasuk bagian dari masyarakat?

PernyataanMendikbud dalam hal ini tepat sekali: “Saya berharap program ini berjalan lancar dengan keterlibatan dan kolaborasi dari berbagai pihak, yakni guru, orangtua, dan masyarakat,” ucap mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. Pernyataan selanjutnya juga harus dijadikan pegangan, karena demikianlah konsepsi kurikulum berbasis masyarakan. Bukan hanya manajeman saja yang berbasis sekolah (MBS), tapi kurikulum pun juga harus berbasis sekolah (KBS). Masdik.com punya catatan kata mutiara pendidikan sebagai berikut: “semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru, dan semua buku adalah ilmu. Hal ini selaras dengan konsepsi pelibatan masyarakat dalam pendidikan.

Dia menambahkan, kegiatan para siswa di luar jam mengajar merupakan jam pelajaran tambahan untuk penguatan karakter pada kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang dilakukan di sekolah atau luar sekolah dalam tanggung jawab sekolah.

“Dalam implementasinya, sarana dan prasarana yang digunakan berbasis apa yang dimiliki sekolah saat ini, atau bekerja sama dengan masyarakat, komunitas, dan dunia usaha setempat. Dan struktur pembiayaannya disesuaikan,” tutur Menteri Muhadjir. Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat dibaca dan memperoleh respon dari Mendikbud. Masdik.com ingat tulisan “Sekolah Sebagai Taman Yang Menyenangkan Bagi Anak” memperoleh respon yang positif dari Mantan Mendikbud Masmenteri Anies Baswedan. Semua skenario memang berada di tangan Allah SWT.

Referensi: http://www.jpnn.com/read/2016/09/09/466198/%E2%80%8EProgram-Pendidikan-Karakter-Dilakukan-Bertahap-

 

Depok, 29 November 2013.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.